TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah advokat memberi dukungan untuk bekas pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi yang ditetapkan tersangka dugaan obstruction of justice oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Perlakuan KPK terhadap koleganya itu dinilai tak layak.
Poin keberatannya tentang hak imunitas dan belum dilaksanakannya sidang kode etik terhadap Fredrich saat ditetapkan tersangka. "Kalau dia melakukan pelanggaran biarlah dewan etik yang memutuskan," kata pengacara dari Barisan Advokat Bersatu, Herwanto pada Jumat, 19 Januari 2018.
Baca: Bantah Otto, Ahli Hukum: Tugas Pengacara Bukan Halangi Penyidikan
Terhadap sangkaan menghalangi, Herwanto bahkan menyebut sudah tugas advokat untuk menghalangi seperti halnya praperadilan. Menurut dia, tindakan Fredrich melindungi Setya hanya bagian dari strategi dalam menjalankan tugas sebagai advokat.
Di sisi lain, Sekretaris Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, menilai langkah KPK sudah tepat. Hak imunitas advokat dalam Pasal 16 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, menurut dia harus dipahami dengan baik.
Advokat tidak dapat dituntut dalam menjalankan tugas profesinya jika mempunyai itikad baik sesuai peraturan perundangan. "Kalau dia tidak beritikad baik, dia bisa di pidana," kata dia pada Ahad, 14 Januari 2018.
Baca: Sejumlah Advokat Minta KPK Berterima Kasih pada Fredrich Yunadi
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama Satya Langkun juga beranggapan demikian. "Tidak ada aturan yang diterobos dalam penetapan tersangka dan penangkapan," kata dia.
Menurut Julius, keterlibatan advokat di tengah pusaran perkara korupsi bukan cerita baru. Sejak 2005, setidaknya ada 22 orang advokat termasuk Fredrich pernah dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi. Ada 16 advokat melakukan suap menyuap, 2 advokat memberikan keterangan tidak benar, dan 4 lainnya menghalang-halangi penyidikan. Berikut Tempo lima advokat di antaranya yang telah dinyatakan bersalah.
1. Manatap Ambarita
Ia divonis bersalah karena menghalangi proses pemeriksaan oleh Kejaksaan terhadap tersangka tindak pidana korupsi penyalahgunaan sisa anggaran Tahun 2005 pada Dinas Kimpraswil Kabupaten Kepulauan Mentawai, Afner Ambarita.
Manatap dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Padang. Tahun 2010, Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 3 tahun penjara. Tahun 2012, masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dinyatakan buron oleh Kejaksaan Negeri Mentawai.
2. Lambertus Palang Ama
Lambertus divonis bersalah memberikan keterangan palsu dan merekayasa asal-usul uang Rp 28 miliar dalam kasus Gayus Halomoan Tambunan. Dia dijatuhi hukuman 3 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
3. Haposan Hutagalung
Haposan Hutagalung juga divonis bersalah karena memberikan keterangan palsu tentang asal usul uang Gayus. Selain itu, dia juga menyuap penyidik Polri, Arafat Enanie dan Komisaris Jenderal Susno Duadji sewaktu menjabat Kepala Bareskrim Polri. Dia dijatuhi hukuman 7 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi dan diperberat di MA menjadi 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta.
4. Mohammad Hasan bin Khusi
Warga negara Malaysia itu divonis bersalah karena menghalang penyidikan tindak pidana korupsi terhadap tersangka Neneng Sri Wahyuni, istri dari M. Nazaruddin. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 7 tahun penjara denda Rp 300 juta.
5. Azmi bin Muhammad Yusuf
Sama halnya dengan Mohammad Hasan, Azmi juga divonis bersalah untuk pasal dalam perkara yang sama. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.