TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas menilai kecil kemungkinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengganti posisi Menteri Perindustrian setelah Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar.
"Melihat kondisi politik saat ini, kecil kemungkinannya Presiden Jokowi akan mereshuffle pak Airlangga," ujar Sirojudin Abbas kepada Antara di Jakarta, Senin, 25 Desember 2017.
Sirojudin mengatakan jika melihat kondisi politik terakhir, Presiden Jokowi tidak akan mengganti Airlangga Hartarto demi menjaga kebijakan pembangunan infrastruktur.
Baca juga: Airlangga Teguhkan Dukungan Golkar untuk Jokowi di Pilpres 2019
"Pak Jokowi sedang berusaha menjaga hubungan baik dengan Golkar. Tujuannya ada dua, pertama, memastikan dukungan Golkar di Parlemen. Terutama untuk mengamankan sejumlah kebijakan pembangunan infrastrukltur dan pengentasan kemiskinan. Sebab, Ketua DPR akan tetap diisi wakil Golkar," ujar dia.
Kedua, untuk mengamankan dukungan Golkar di Pilpres 2019. Menurut dia, sebagai calon yang tidak punya kontrol langsung ke partai politik, maka Presiden Jokowi harus bekerja ekstra.
Dukungan Golkar akan mengurangi risiko ketergantungan Jokowi dari PDIP.
Sebaliknya, kata dia, Golkar juga sangat berkepentingan menjaga hubungan baik dengan Presiden.
"Dukungan terhadap elite-elite Golkar ke Airlangga dimungkinkan, salah satunya, karena dia bisa menjadi jembatan Golkar dengan Pemerintah. Meskipun posisinya (Menperin) bisa diganti kader Golkar lainnya, nilainya tidak akan sama, sebab tradisi politik dan stabilitas internal Golkar dipelihara dengan membangun hubungan baik dengan pemerintah," jelas dia.
"Namun jika reshuffle tetap dilakukan maka nilai negosiasi Golkar saat ini akan jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Berbeda dengan Setya Novanto, Airlangga tidak membawa cacat integritas akibat masalah hukum. Oleh karenanya, Airlangga bisa bersikap lebih otonom," ujar Sirojudin.
Baca juga: Jokowi: Saingan Berat Golkar di Pemilu adalah PDIP
Lebih jauh dia mengatakan langkah Presiden mempertahankan Airlangga Hartarto tidak akan merusak pandangan publik terhadap pemerintahan. Meskipun di awal pembentukan kabinet Presiden Jokowi menegaskan menterinya tidak boleh merangkap jabatan, hal tersebut dilakukan Jokowi dulu untuk membedakan kabinetnya dengan SBY dengan mengirimkan pesan ke publik bahwa presiden mementingkan profesionalisme.
"Kalau saat ini berbeda, saya kira tidak membuat citra Jokowi rusak. Kepuasan publik ke Jokowi sedang tinggi.Tapi, jika ingin hati-hati, memang sebaiknya Jokowi konsisten, tentu dengan harga politik yang harus dibayarnya ke Golkar cukup tinggi," ujar dia.