TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum Tata Negara Refly Harun menyatakan Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat bisa segera memproses dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto atas inisiatif sendiri.
Pemrosesan dugaan pelanggaran etik di MKD tak harus menunggu ada laporan. Kini, setelah ada laporan dugaan pelanggaran etik dari Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia, MKD mestinya langsung bergerak.
Baca: Strategi KPK Agar Praperadilan Setya Novanto Tak Berlanjut
Hanya saja, kata Refly, politik perkoncoan di DPR terlalu kuat. Sehingga, MKD tak segera memproses dugaan pelanggaran etik tersebut. “MKD ini main politik semua. Orang lebih happy jika yang menjadi Ketua DPR Setya,” katanya kepada Tempo di Jakarta, Jumat, 1 Desember 2017.
Setya diadukan ke MKD lantaran diduga terlibat kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik yang merugikan negara Rp 2,3 triliun dari total nilai proyek Rp 5,84 triliun. Kini, Setya berstatus tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam kasus etik, Setya diduga melanggar delapan poin dari Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan Peraturan DPR tentang Kode Etik. Pasal-pasal tersebut adalah Pasal 81, 87 UU MD3 serta Pasal 1, 2, 3, 8, 20, dan 235 Kode Etik DPR.
Setya bisa diproses tanpa pengaduan karena perilakunya mendapat perhatian masyarakat luas sesuai syarat yang diatur dalam Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD. Setya layak diadili oleh Mahkamah karena telah merusak martabat anggota Dewan.
Baca: KPK Kirim Surat Permintaan Cegah untuk Rekan Setya Novanto
Pasal 2 Kode Etik DPR menyebutkan bahwa setiap anggota Dewan harus mematuhi hukum. Kode etik DPR pun melarang anggota Dewan meminta dan menerima hadiah, termasuk menjalin hubungan dengan mitra kerja yang berpotensi melahirkan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pengamat politik dari Poltracking Indonesia Hanta Yudha menyatakan MKD memiliki konflik kepentingan dalam memproses pimpinannya. Hanta menuturkan MKD semestinya diisi orang-orang independen untuk menjaga marwah DPR. “Sehingga, tak ada alasan bagi MKD memperlambat proses dugaan pelanggaran etik, siapa pun pelakunya,” katanya.
Adapun peneliti senior Center for Strategic and International Studies J. Kristiadi mengatakan sikap MKD yang tak tegas ini justru memperburuk citra DPR. Sebagai lembaga wakil rakyat, MKD semestinya responsif terhadap laporan dari masyarakat, termasuk soal Setya Novanto. "MKD sudah mengalami pembusukan karena DPR tidak melakukan fungsinya dengan baik," katanya.