TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Andi Agustinus alias Andi Narogong ingin hidup tenang. “Saya mau hidup tenang, Yang Mulia," kata Andi dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim John Halasan Butar Butar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta 30 November 2017.
Caranya adalah dengan mengembalikan duit negara US$2,5 juta. Uang itu, menurut Andi, merupakan keuntungan yang didapatnya dari proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun.
Baca: Sidang E-KTP, Andi Narogong Beberkan Peran ...
Untuk proyek yang menjadi kasus merugikan negara sebanyak Rp2,3 triliun itu, Andi mengaku mengeluarkan modal US$ 2,2 juta. Dari proyek itu ia mendapatkan US$ 2,5. Saya akan kembalikan yang US$ 2,5 juta kepada negara. “Saya akan mencicil pengembalian uang US$ 2,5 juta kepada negara,” ujar Andi.
Andi mengakui adanya kerugian negara dalam proyek e-KTP ketika ditanya majelis hakim. "Berdasarkan hitung-hitungan konsorsium dilaporkan karena kami ada selisih 20 persen."
Kerugian sekitar 20 persen itu merupakan akumulasi dari keuntungan yang diambil untuk perusahaan pemenang tender ditambah commitment fee 10 persen untuk Dewan Perwakilan Rakyat dan pejabat Kementerian Dalam Negeri. “Ya kami menyimpulkan keuntungan perusahaan 10 persen itu sebagai kerugian negara," kata Andi.
Baca juga: Sidang E-KTP, Andi Narogong: Saya Dijadikan Bantargebang
Andi Narogong juga mengakui anggaran proyek e-KTP sudah digelembungkan karena adaimbalan yang dijanjikan (commitment fee) pada awal proyek sesuai yang diminta Irman. Pada saat proyek e-KTP itu dikerjakan, Irman menjabat sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Rinciannya, 5 persen untuk DPR dan 5 persen sisanya untuk pejabat Kemendagri. "Tentunya akan lebih mahal 10 persen," kata Andi Narogong.