TEMPO.CO, Mataram - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan radikalisme adalah pilihan berlebihan. Ini disebabkan adanya pikiran ingin masuk surga secara instan. Padahal, di antaranya tidak pernah ke masjid atau berbadan penuh tato.
Kalla mengemukakan hal itu saat berbicara pada hari terakhir Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren Darul Qur'an, Desa Bengkel, Lombok Barat, Sabtu sore, 25 November 2017. ''Surga jangan dijual murah sehingga orang mau radikal,'' katanya.
Baca: Jusuf Kalla Menutup Munas Alim Ulama NU di Mataram
Kalla menyinggung teror bom masjid di Mesir, yang menewaskan 240 orang. Ia menilai keinginan masuk surga menggunakan jalan pintas melakukan bom bunuh diri berlebihan.
Sebenarnya, kata Kalla, dalam 30 tahun terakhir pencapaian keislaman di Indonesia berkembang pesat. Melalui televisi dan radio setiap hari disiarkan acara dakwah yang ditonton oleh dua juta orang. ''Semua berkembang luar biasa,'' ujarnya.
Simak: Bahtsul Masail Munas NU: Ujaran Kebencian Perbuatan Tercela
Stasiun televisi sering menampilkan Ustad Maulana, Ustad Somad, Ustad Wijayanto, Mama Dedeh, dan lain-lain. Demikian pula keberadaan lebih dari 800 ribu masjid di sekolah maupun mal menggambarkan perkembangan Islam yang luar biasa.
Kalla juga menyinggung semakin tingginya kesadaran mahasiswa yang mengenakan jilbab di berbagai kampus, antara lain di Universitas Indonesia dan di Institut Teknologi Bandung. "Saya takjub. Ini mungkin hasil dakwah ulama melalui televisi dan radio," kata dia.
Lihat: Jusuf Kalla Mengutuk Serangan Bom Mesir
Rais Am PBNU KH Ma'ruf Amin menuturkan arus baru Indonesia dalam memasuki 100 tahun kedua, NU menguatkan landasan agar lebih baik. "Ajaran Islam Indonesia adalah Islam Nusantara yang moderat," ucapnya.
SUPRIYANTHO KHAFID