TEMPO.CO, Jakarta – Nama Edward Seky Soeryadjaya kembali mencuat beberapa waktu belakangan. Anak sulung dari William Soeryadjaya, pendiri PT Astra International, itu terseret kasus korupsi dana pensiun PT Pertamina (Persero) hingga ditetapkan oleh Kejaksaan Agung sebagai tersangka.
Edward adalah Direktur Ortus Holding Ltd, perusahaan pemegang saham mayoritas PT Sugih Energy Tbk. Ia menjadi tersangka terkait dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun Pertamina senilai Rp 1,4 triliun di Sugih Energy.
Beberapa kali mangkir dari pemeriksaan penyidik dengan alasan sakit, kejaksaan akhirnya mengambil tindakan lebih lanjut. Senin malam, 20 November 2017, kejaksaan resmi menahan Edward. “Daripada nanti ada hal yang tidak diinginkan dalam kasus ini,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Adi Toegarisman di Jakarta.
Baca: Edward Soeryadjaya Pernah Laporkan Sandiaga Uno ke Polisi
Menjadi anak dari pendiri dari salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, Edward tampaknya tak mendulang kesuksesan yang sama sebagaimana sang ayah, William. Tempo pernah mengulas sepak terjang Edward dan Bank Summa yang ia dirikan. Bank yang akhirnya akhirnya ditutup oleh Bank Indonesia pada akhir tahun 1992.
Grup Summa yang menaungi Bank Summa adalah wujud dari obsesi Edward untuk menyamai keberhasilan William. Namun untuk mengejar obsesi itu, ia memilih jalur cepat. Selama tahun 1988-1990, Edward lantas membelanjakan triliunan rupiah untuk memperbesar kerajaan bisnisnya tersebut.
Edward menanggalkan posisi direksi di PT Astra Graphia, anak perusahaan Astra International. Selanjutnya, ia memulai usaha dengan mendirikan Summa International Bank Ltd pada tahun 1979, di Port Villa, Vanuatu, sebuah negara kepulauan di Samudera Pasifik bagian selatan. Ekspansi terus dilakukan Edward, hingga pada tahun 1988, ia memborong saham Bank Agung Asia, yang kemudian menjadi Bank Summa.
Baca: Edward Soeryadjaya Juga Terseret Kasus Yayasan Sekolah
Sayangnya, Edward tidak meniru praktik manajemen yang dilakukan ayahnya di Astra. Astra memiliki manajemen profesional dan tangguh. Sebaliknya Bank Summa tidak didukung oleh manajemen dan tenaga profesional yang dapat diandalkan.
Beberapa karyawan kabarnya menggerogoti saham bank ini dari dalam. Prosedur kerja bank juga kerap dilangkahi Edward. Di Bank Summa, penyaluran kredit acap kali diputuskan oleh Edward sendiri tanpa mendengarkan pendapat anggota direksi yang lain. Tak cukup disitu, tak ada komite etik yang bertanggung jawab khusus dalam masalah kredit di Bank Summa. Padahal, komite ini lazim ada di setiap bank.
Prosedur pengelolaan seperti ini lama kelamaan akhirnya membuat kondisi Bank Summa semakin memburuk. Alhasil, Bank Summa ditutup oleh Bank Indonesia, seiring dengan likuidasi yang dikeluarkan Menteri Keuangan J.B. Sumarlin pada 14 Desember 1992.
Rentetan kasus seolah tak pernah berhenti. Selain tengah menghadapi kasus korupsi dana pensiun Pertamina, Edward Soeryadjaya ternyata ikut terseret dalam pusaran kasus lain. Ia menjadi terdakwa keterangan palsu akta notaris Yayasan Badan Pengurus Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat. Edward dipanggil 13 kali untuk bersaksi oleh Pengadilan Negeri Bandung, namun 13 kali pula ia mangkir.
MAJALAH TEMPO