TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kusno terpilih sebagai hakim sidang praperadilan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto. Ia akan mulai menyidangkan gugatan yang diajukan Setya pada 30 November 2017.
"Dia hakim yang bersih," kata juru bicara PN Jakarta Selatan, I Made Sutrisna, kepada Tempo, Rabu, 15 November 2017.
Tempo menelusuri rekam jejak Kusno dalam persidangan praperadilan. Ia tercatat beberapa kali memegang permohonan praperadilan para tersangka kasus korupsi dan pidana umum.
Baca: Hadapi Praperadilan Setya Novanto, KPK Fokus Perkuat Bukti
Selama itu pula, ia belum pernah mengabulkan praperadilan para pemohon. Gugatan status tersangka Setya akan menjadi perkara praperadilan besar keempat yang dia tangani selama bertugas di PN Jakarta Selatan.
Perkara pertama adalah gugatan praperadilan yang dilayangkan tiga lembaga swadaya masyarakat terhadap surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) Ketua Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Setia Untung Arimuladi pada Desember 2009.
Baca: Hasil Rapat Pleno Golkar: Nasib Setya Novanto Tunggu Praperadilan
Tiga kelompok itu meminta Kusno membatalkan SKPP yang telah membebaskan dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi saat itu, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah. Kala itu, Kusno menolak gugatan praperadilan dengan menerima eksepsi yang diajukan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Dia menilai pihak ketiga (LSM) tak memiliki kerugian langsung untuk menggugat SKPP tersebut.
Kedua, Kusno menangani praperadilan tentang proses penangkapan terpidana kriminal John Refra alias John Kei oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 13 Maret 2012. Dia menolak permohonan tersebut dengan alasan kuasa hukum dan saksi tak bisa membuktikan bahwa polisi melakukan pelanggaran aturan dalam penembakan kaki John Kei saat penangkapan di Hotel C’One, Pulomas, Jakarta Timur, pada 17 Februari 2012.
Infografis: Kasus-kasus Setya Novanto, Termasuk Bank Bali dan Impor Limbah Beracun
Ia juga pernah menjadi hakim tunggal dalam sidang praperadilan tersangka kasus korupsi pengadaan helikopter AW101, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh. Irfan meminta Kusno membatalkan status tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 224 miliar itu. Namun Kusno menolak permohonan praperadilan Irfan. Alasannya, "Sudah ada bukti permulaan yang cukup," tutur Kusno.