TEMPO.CO, Jakarta - Dijadwalkan diperiksa untuk kedua kali dalam pekan ini, tersangka korupsi KTP elektronik (e-KTP) Setya Novanto dipastikan tidak akan hadir memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Rabu, 15 November 2017. “Sudah saya jelaskan berulang kali bahwa KPK tidak punya wewenang untuk memanggil Setya,” ujar Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto Selasa, 14 November 2017.
Menurut Yunadi, manuver lembaga antirasuah yang menetapkan Ketua DPR itu sebagai tersangka kedua kalinya telah melawan konstitusi. Senin lalu, 13 November 2017, Setya dijadwalkan sebagai tersangka korupsi e-KTP. Namun ia tidak hadir dengan alasan KPK tidak memiliki izin dari Presiden untuk memeriksanya.
Baca: Wapres Jusuf Kalla Bingung Setya Novanto ...
Yunadi juga mengatakan bahwa sebagai anggota dewan, kliennya memiliki hak imunitas sehingga tak bisa diperiksa aparat hukum termasuk KPK. Ia menyamakan hak imunitas DPR dengan hak yang dimiliki duta besar negara asing untuk Indonesia. Menurut dia, hak imunitas yang dimiliki para duta besar itu membuat mereka tidak bisa disentuh dan diperiksa penegak hukum termasuk KPK. “KPK harus belajar tentang hak imunitas,” kata Yunadi.
Dimanfaatkannya pasal 20 A ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 tentang imunitas hukum yang kerap dijadikan alasan untuk menolak pemeriksaan oleh penasehat hukum Ketua DPR itu, Fredrich Yunadi dikritik banyak pihak. “Itu kan orang main sirkus,” kata ahli hukum tata negara Mahfud MD, Selasa, 14 November 2017.
Baca juga: Refly Harun: Imunitas DPR Tak Berlaku untuk Kasus Korupsi ...
Menurut Mahfud, pasal yang menyebut bahwa setiap anggota Dewan memiliki hak imunitas itu dinilai tidak tepat digunakan sebagai alasan untuk mangkir dari pemeriksaan perkara korupsi.
Juru bicara KPK Febri Diansyah, mengatakan pihaknya belum akan memanggil paksa jika Setya Novanto mangkir dari pemeriksaan kasus korupsi proyek e-KTP pada Rabu, 15 November 2017. Setya kembali ditetapkan sebagai tersangka korupsi senilai Rp2,3 triliun pada akhir Oktober 2017, setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menganulir penetapan tersangka Ketua umum Partai Golkar itu dalam kasus yang sama.
MAYA AYU | KARTIKA ANGGRAENI | ARKHELAUS WISNU