TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Maman Abdurrahman mengatakan pihaknya tidak ingin terjebak pada konteks opini, asumsi, maupun framming media yang sedang terjadi saat ini terkait partainya dan Ketua Umum Golkar Setya Novanto. Terutama setelah Setya kembali ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kita khawatir dan kita menjaga ketika kita masuk dalam skema opini media, ini justru memberikan dampak buruk pada partai kita," ucapnya di Jakarta pada Sabtu, 11 November 2017.
Baca: KPK Sudah Antisipasi Perlawanan Setya Novanto
Maman mengatakan ada kepentingan yang jauh lebih besar dibandingkan masuk ke dalam ranah perdebatan konflik dinamika Ketua Umum Partai Golkar, yaitu persiapan pemilihan kepala daerah 2018. "Konsolidasi internal dan kondusifitas internal dalam rangka menghadapi Pilkada 2018," ujarnya.
Setya Novanto kembali menyandang status sebagai tersangka korupsi e-KTP pada Jumat, 10 November 2017. Penetapan ini dilakukan setelah KPK menyatakan telah memiliki bukti baru untuk menjerat Ketua DPR itu.
Baca: Wasekjen Golkar: Setya Novanto Siap Diperiksa KPk, Asalkan...
KPK juga pernah menjerat Setya Novanto dalam perkara yang sama pada 17 Juli 2017 lalu. Namun status tersangka ini gugur setelah gugatan praperadilan Setya Novanto dikabulkan oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Cepi Iskandar pada 29 September 2017.
Sebagai upaya perlawanan, Setya Novanto pun melaporkan pimpinan KPK ke Bareskrim Polri. Pihak kuasa hukum Setya lebih mendahulukan laporan pidana ketimbang praperadilan.
Mewakili Setya Novanto, Fredrich Yunadi datang ke Bareskrim sekitar 4 jam setelah KPK menetapkan kliennya sebagai tersangka. Ia melaporkan empat orang, yaitu Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Direktur Penyidikan Aris Budiman, dan seorang penyidik KPK Damanik.