TEMPO.CO, Yogyakarta - Kasus Dana Purna Tugas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah periode 1999-2004 menjerat ratusan bahkan seribuan anggota DPRD di seluruh Indonesia. Ada yang sudah divonis dan sudah menjalani semua hukuman, adapula yang masih mendekam di penjara dan ada pula yang masih mengajukan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.
Di Kota Yogyakarta ada sebanyak 17 mantan anggota dewan yang sudah divonis dan masuk bui. Ada yang sudah keluar penjara dan ada yang masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin. Namun, 13 matan anggota yang juga jadi tersangka kasus yang sama, kini tak menyandang lagi sebagai tersangka. "Demi kepastian hukum, karena kurang alat bukti," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, Evan Satrya, Jumat, 3 November 2017.
Karena kurang alat bukti, Kejaksaan Negeri Kota Yogyakarta memutuskan untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus itu. Keputusan itu juga berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang menganulir Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang kedudukan keuangan DPRD pada tahun 2002.
Baca juga: 4 Pimpinan DPRD Sulawesi Barat Tersangka Korupsi Diminta Mundur
Saat penyidikan terhadap 13 tersangka 2014 yang lalu, kata dia, jaksa penyidik menggunakan peraturan nomor 110 sebagai salah satu landasannya. Tetapi setelah dikaji lebih dalam, proses penganggaran dana tunjangan dewan yang besarannya Rp5,46 miliar telah sesuai dengan mekanisme dan sudah diketok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. "Jika alat bukti tidak cukup tidak bisa dipaksakan, jika ada alat bukti yang cukup bisa diteruskan, " kata Evan.
Baca juga:
Dana tunjangan bagi seluruh anggota dewan periode 1999 - 2004 senilai total Rp4,903 miliar. Dari total 42 anggota dewan saat itu, tercatat ada 41 orang yang menerima dan satu orang anggota menolak menerima dana tunjangan itu. Sebanyak 17 orang dari Panitia Anggaran telah diproses hukum oleh Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2005 dan telah divonis bersalah dengan pidana variatif 1-4 tahun penjara.
Waktu itu, Badan Pemeriksa Keuangan Daerah Istimewa Yogyakarta juga merilis hasil audit yang menyebutkan terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp4,9 miliar. "Kejari Yogyakarta hanya menangani 13 tersangka, 17 lainnya ditangani Kejati. Proses Peninjauan Kembali belum diputus, " kata dia.
Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Ketua DPRD Banjarmasin Dicopot Jabatannya
Baharuddin Kamba, Divisi Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan Jogja Corruption Watch menyayakan, keputusan Kejasaan Negeri itu merupakan musibah bagi pemberantasan korupsi. Dengan diterbitkannya SP3 terhadap 13 mantan anggota DPRD Kota Yogyakarta dalam kasus ini, mencederai rasa keadilan. "Lha, yang lain sudah menjalani hukuman dalam kasus yang sama. Sama-sama menerima duit itu juga. Iki malah ada SP3," kata dia.
Bahkan, Baharuddin menyanggah pernyataan jaksa yang mengatakan keputusan Peninjauan Kembali belum ada. Padahal, di dalam dokumen Mahkamah Agung, keputusan itu sudah ada. Putusan Mahkamah Agung itu tertera di Nomor 84 PK/Pid.Sus/2012 Tahun 2014.
Pihak yang mengajukan Peninjauan atara lain Nazaruddin dan kawan-kawan. Dalam putusan yang dibacakan pada tanggal 22 Juli 2014, Hakim Ketua Dr. Artidjo Alkostar, dengan anggota Timur P. Manurung, dan Krisna Harahap pada amar putusan tolak dan berkekuatan hukum tetap.
MUH SYAIFULLAH