INFO NASIONAL – Sejalan dengan arah kebijakan Presiden Republik Indonesia yang memerintahkan peredaran barang-barang ilegal dapat diberantas dan implementasi dalam program Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT), sinergi Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Kejaksaan Agung, berhasil membongkar modus penyelewengan fasilitas kepabeanan pada Juni 2016 yang dilakukan oleh PT SPL. PT tersebut merupakan salah satu perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat yang mendapatkan penangguhan bea masuk (BM) atas bahan yang diimpor untuk diolah di dalam negeri dan kemudian diekspor kembali.
Kasus ini tergolong besar karena di samping PT SPL yang merupakan industri strategis (tekstil), dalam pengungkapannya juga menggunakan terobosan baru yang melibatkan ketiga instansi. Tidak sekadar tindak pidana kepabeanan saja yang berhasil diungkap, tetapi sinergi ini juga berhasil membongkar tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan PT SPL, meskipun modus yang dilakukan sangat rapi dan kompleks. PT SPL diduga melakukan ekspor fiktif dan menjual barang ke dalam negeri yang seharusnya diekspor. Hasil dari kejahatan tersebut, selain mengalir ke rekening milik perusahaan juga menggunakan beberapa rekening karyawan perusahaan sebagai penampung aliran dana. Di samping memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, berdasarkan hasil audit investigasi ditemukan kasus ini juga menyebabkan kerugian negara yang tergolong besar, mencapai lebih dari Rp 118 miliar.
Baca Juga:
Modus tersebut berhasil diungkap berkat kejelian petugas Bea dan Cukai mencegah barang ekspor milik PT SPL pada Juni 2016, yang kemudian ditindaklanjuti dengan melaksanakan audit investigasi dan mengirimkan inquiry kepada PPATK. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang disampaikan PPATK kepada DJBC, penyidik Bea dan Cukai dengan supervisi Kejaksaan Agung melakukan pengembangan penyidikan dugaan TPPU tersebut, yang mengindikasikan adanya informasi penggunaan rekening pribadi, rekening perusahaan dan karyawan PT SPL dalam menampung hasil tindak pidana kepabeanan sejak Januari 2015 hingga 2016. Serta atas adanya informasi pembelian beberapa aset (asset tracing) yang diduga berasal dari tindak pidana kepabeanan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan penyidik Bea dan Cukai telah menetapkan tersangka tindak pidana kepabeananan FL selaku Direktur Utama dan BS selaku Direktur Keuangan PT SPL. Selanjutnya, penyidik Bea dan Cukai telah menetapkan FL sebagai tersangka TPPU dan melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset milik tersangka FL berupa 16 rekening senilai lebih dari Rp 6,7 miliar, tanah dan bangunan dengan total luas tanah 7.693 meter persegi senilai Rp 23 miliar, mesin tekstil dengan nilai pembelian Rp 50 miliar, satu unit apartemen dengan nilai pembelian Rp 700 juta, serta polis asuransi senilai lebih dari Rp 1 miliar.
Sri menambahkan terkait dengan penyidikan perkara tindak pidana kepabeanan dan TPPU, PT SPL telah dinyatakan lengkap sehingga selanjutnya barang bukti dan tersangka diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Kota Bandung, untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum lebih lanjut.
Baca Juga:
Sebelumnya, sinergi yang dibangun antara Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, dan PPATK juga berhasil mengungkap kasus penyalahgunaan fasilitas Kawasan Berikat oleh PT KYI pada Januari 2016. Hal itu terungkap dengan modus membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di tempat selain tujuan yang telah ditentukan atau diizinkan (di luar Kawasan Berikat). Dari kasus tersebut ditahan sebanyak 1.096 roll kain dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 4,4 miliar dan telah ditetapkan lima tersangka.
Kasus TPPU lain yang juga berhasil disidik DJBC adalah kasus tindak pidana penyerahan dokumen pemberitahuan pabean dan dokumen pelengkap pabean PT GIS, yang diduga palsu atau dipalsukan atas tiga kontainer bermuatan produk tekstil pada Maret 2016 dan telah ditetapkan seorang tersangka. Ini menyusul keberhasilan pengungkapan kasus tersebut pada November 2016, DJBC juga berhasil menggagalkan upaya ekspor tekstil tiga kontainer milik PT LHD yang diberitahukan berupa curtain (tirai). Namun setelah diperiksa petugas kedapatan berupa air dalam plastik yang kemudian dibungkus lagi dengan kain dan karton. Perkiraan nilai barang kurang lebih Rp 7 miliar dan telah ditetapkan satu orang tersangka.
Dalam kesempatan konferensi pers pada Kamis, 2 November 2017, Ketua Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat Ade Riphat Sudrajat menyatakan apresiasi kepada DJBC yang telah berhasil mengungkap modus pelanggaran yang dilakukan PT SPL. Dia juga berterima kasih kepada pemerintah karena dengan penegakan hukum ini tentunya industri tekstil di dalam negeri semakin terlindungi.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Dirjen BC) Heru Pambudi menjelaskan dalam kurun dua tahun terakhir, frekuensi penyidikan yang dilakukan DJBC terhadap kasus-kasus tindak pidana kepabeanan terus meningkat. Pada 2015, terdapat 110 kasus yang berhasil disidik DJBC, 2016 menjadi 194 kasus, dan September 2017 telah mencapai 125 kasus. Dirjen BC mengatakan di balik keberhasilan penyidikan kasus-kasus tersebut masih ditemukan beberapa tantangan, terutama dalam melakukan penyidikan kasus TPPU. Karena itu, komitmen untuk terus meningkatkan sinergi dengan PPATK dan Kejaksaan Agung sangat diperlukan. (*)