TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat menyinggung tren startup di Indonesia saat berbicara dalam acara Prospek Ekonomi Indonesia 2018, di Jakarta, Kamis, 2 November 2017. Kepada peserta acara, dengan nada ringan, ia mengaku tak paham cara anak muda atau milenial berbisnis sekarang.
"Pengusaha yang sudah pensiun seperti saya ini gak tahu gimana cara anak muda berbisnis sekarang lewat startup," ujar pria, yang akrab disapa JK itu, sambil direspons tawa pengunjung acara.
JK mengatakan kebingungannya berasal dari pengetahuan bahwa rata-rata startup sebenarnya merugi secara keuangan. Namun, di saat merugi, nilai sahamnya terus melonjak dan terus dicari-cari orang.
Baca juga: Saat JK Sindir Setya Novanto yang Hampir Ditahan KPK
Sepengetahuan JK, jika sebuah perusahaan merugi, nilai sahamnya otomatis akan jatuh juga. Tapi, kata ia, hal itu seperti tak berlaku untuk startup-startup sekarang.
"Saya sama Sofjan Wanandi (Ketua Tim Ahli Wapres dan mantan Ketua Apindo) sama-sama bingung. Dulu kita beli barang jual, produksi jual, asal paham gimana cara menggorengnya," ujar JK menambahkan.
Walau masih belum paham dengan cara startup bisa bertahan dan bernilai saham besar, JK mengaku tahu bahwa startup yang berkembang sekarang menerapkan paham sharing economy. Berarti, prinsip ekonomi di mana pelaku usaha saling berbagi untuk keuntungan bersama-sama.
Baca juga: JK Tantang Anies Baswedan Cari Solusi Soal Reklamasi Jakarta
JK menyebutkan hal itu terlihat pada model bisnis Go-Jek dan Grab. Go-Jek, kata dia, merupakan perusahaan transportasi yang tak memiliki aset kendaraan bermotor tapi bisa mengendalikan banyak kendaraan bermotor. Sebab, perusahaan itu menerapkan sharing economy, mereka memberdayakan para pemilik kendaraan bermotor untuk bekerja sama secara mutual.
"Itu konsepnya seperti koperasi. Semua orang ikut serta dengan modal kecil dan kemudian sharing. Meski keliatannya sulit di cashflow, ternyata nilainya tinggi. Dulu kaya miliaran butuh puluhan tahun. Sekarang 1-2 tahun dah miliaran," ujar Jusuf Kalla.