TEMPO.CO, Jakarta - Nama pelaksana tugas Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Ahmad Erani Yustika, disebut dalam sidang lanjutan kasus suap BPK. Ahmad Erani diduga mengizinkan adanya upaya patungan dari pejabat Kementerian untuk menyuap dua auditor BPK, yaitu Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli.
Keterangan tersebut disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Daerah (PPMD) Mukhlis. "Pak Ahmad Erani mengetahuinya," ujarnya saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin, 23 Oktober 2017. Ahmad Erani adalah orang yang ditunjuk menggantikan Sugito, eks Inspektur Jenderal Kementerian Desa yang dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus yang sama.
Baca juga: KPK Bidik Tersangka Baru dalam Perkara Suap Auditor BPK
Hari ini, terdakwa kasus suap BPK, Ali Sadli, menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan keterangan dari para saksi. Tujuh orang saksi dari pejabat Kementerian dihadirkan jaksa penuntut umum KPK.
Mukhlis mengaku ikut menghadiri rapat pada Mei 2017, yang dipimpin bekas Irjen Kenenterian Desa, Sugito. Hasil rapat tersebut menginstruksikan unit terkait mengumpulkan uang suap kepada auditor BPK secara patungan. Saat itu, uang suap ini disebut sebagai uang atensi.
Baca juga: Nama Sekjen Kemendes Muncul Lagi dalam Dakwaan Kasus Suap...
Setelah mengikuti rapat, Mukhlis melapor kepada atasannya, Ahmad Erani, yang kala itu menjabat Dirjen PPMD. Ia melapor terkait dengan rencana pengumpulan uang tersebut. "Ya, sudahlah," kata Mukhlis menirukan ucapan Ahmad Erani saat itu.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Desa, Ahmad Erani memang semula menjabat Dirjen PPMD. Namun sejak 28 April 2017 ia sudah digeser ke posisi Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan.
Sebelumnya, pada 27 Mei 2017, KPK menetapkan empat orang menjadi tersangka kasus ini, antara lain dua auditor BPK sebagai penerima suap, Ali Sadli dan Rochmadi Saptogiri. Adapun tersangka pemberi suap adalah dua pejabat dari Inspektorat Jenderal Kementerian Desa, Sugito dan Jarot Budi Prabowo. Suap Rp 240 juta diberikan agar laporan keuangan Kementerian Desa tahun 2016 mendapat opini wajar tanpa pengecualian dari BPK.
Baca juga: Terdakwa Suap BPK Menyesal, Rumah Tahanan KPK Jadi Pesantren
Kemudian, dalam surat dakwaan yang dibacakan pada persidangan 16 Agustus 2017 lalu, uang suap dikumpulkan Jarot dari delapan unit kerja di Kementerian. Lima unit di antaranya dari Ditjen Penyiapan Kawasan Pembangunan dan Pengembangan Transmigrasi Rp 10 juta serta Ditjen Pengembangan Daerah Tertentu, Ditjen Pembangunan Kawasan Pedesaan, Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Daerah, serta Ditjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi masing-masing Rp 15 juta.
Kemudian tiga unit lain, yaitu Balai Latihan dan Informasi Rp 30 juta, Sekretariat Jenderal Rp 40 juta, dan Inspektorat Jenderal Rp 60 juta. Uang patungan itu berjumlah Rp 200 juta dan diberikan kepada Rochmadi.
Baca juga: Auditor BPK Ini Mengaku Ubah Berita Acara Usai Dijenguk Fahri
Adapun sisa suap kedua Rp 40 juta dikumpulkan Jarot dari Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal Rp 35 juta, lalu kekurangannya Rp 5 juta berasal dari uang pribadinya.
Jaksa penuntut umum KPK, Moch. Takdir Suhan, menyebut keterangan dari Mukhlis sudah sama dengan yang disampaikan kepada penyidik. Takdir tidak menampik Ahmad Erani juga akan dihadirkan sebagai saksi di persidangan dalam waktu dekat. "Nanti akan dihadirkan," ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, Tempo belum berhasil menghubungi Ahmad Erani. Pesan pendek yang dikirimkan kepadanya juga belum dibalas.