TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Pemenangan Pemilu Indonesia I DPP Partai Golkar Nusron Wahid mengatakan partainya telah mencetak rekor buruk karena tujuh kadernya tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebulan. "Naudzubillah," katanya.
Menurut Nusron, banyaknya kader Golkar yang korupsi mungkin karena ada biaya politik yang tinggi, seperti mahar, agar bisa dicalonkan sebagai kepala daerah. Padahal Golkar seharusnya tidak meminta iuran apa pun kepada tokoh yang akan diusungnya. "Enggak, enggak ada," tuturnya.
Baca juga: Jusuf Kalla: Golkar Itu Ibarat Pasutri, Suka Beda Pendapat tapi...
Penyebab lain adalah sifat tamak yang dimiliki para koruptor tersebut, yang ingin berlomba memupuk kekayaan dengan memanfaatkan jabatannya. "Partai Golkar harus punya komitmen yang tegas, harus membuat instrumen sistem yang jelas, supaya tidak ada kader yang koruptif. Ini refleksi yang harus kami bangun," katanya.
Beberapa kepala daerah yang terjaring dalam operasi tangkap tangan KPK merupakan kader Partai Golkar, seperti Wali Kota Tegal Siti Masitha dan Bupati Batubara O.K. Arya Zulkarnaen.
Selain itu, Ketua Umum Partai Golkar sempat dijerat sebagai tersangka dalam kasus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) oleh KPK. Namun, lewat putusan praperadilan, status tersangka Setya Novanto dinyatakan tidak sah.
Baca juga: Setya Novanto Pecat Yorrys, Doli Kurnia: Golkar Lagi Sakit
Elektabilitas Partai Golkar disebut anjlok setelah ada beberapa kasus korupsi yang menyeret kadernya. Karena itu, tim kajian elektabilitas Partai Golkar merekomendasikan Setya Novanto dinonaktifkan sebagai ketua umum.