Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa (kiri) menerima kedatangan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman untuk mengikuti rapat dengar pendapat di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 29 Agustus 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan usulan pembekuan KPK oleh politikus PDIP Henry Yosodiningrat adalah hal yang biasa. Menurut Agun usulan tersebut hanya sekedar reaksi kekecewaan terhadap KPK.
"Itu biasa saja, seperti ketika ada pembunuhan pasti reaksi dari masing-masing orang akan berbeda-beda. Ada yang syok, ada yang kaget," kata Agun Gunanjar dalam acara peluncuran buku Ketua Komisi Hukum DPR Bambang Soesatyo berjudul Ngeri-Ngeri Sedap di Jakarta, Minggu, 10 September 2017.
Sebelumnya Henry Yosodiningrat mengusulkan agar KPK dibekukan sementara. Namun belakangan, Henry membantah jika ia juga mengusulkan pembubaran KPK. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan usulan pembekuan KPK hanyalah pendapat Henry pribadi, bukan resmi sikap PDIP.
Agun mengatakan usulan tersebut akan dibicarakan sebagai bagian dari mekanisme kebijakan di Pansus. "Usulan-usulan lain pun tentu akan mendapatkan proses pendalaman melalui rapat-rapat dan penjaringan opini publik. Pansus tidak akan mengabaikan aspirasi dari publik terhadap KPK," ujarnya.
Agun menuturkan pandangan Pansus terkait KPK akan disampaikan pada sidang paripurna DPR pada 28 September. "Tapi Pansus kan tidak bisa sepihak. Oleh karena itu di waktu yang tidak terlalu lama ini saya harapkan KPK bisa hadir di rapat dengan DPR. Kalau KPK bisa saling menghargai, apa yang ditakutkan?" ujarnya.
Direktur Eksuktif Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan niat untuk membekukan bahkan membubarkan KPK memang telah tampak sejak Pansus dibentuk. "Jadi kalau pun pernyataan Henry Yosodiningrat telah diralat oleh Hasto, itu tidak berarti apa-apa. Kalau mau ralat, ya hentikan saja angketnya," ucap Ray Rangkuti.
Pakar hukum UGM Zainal Arifin Mochtar menilai putusan MK yang akhirnya memenangkan pasangan nomor urut 02 Prabowo-Gibran telah menyisakan pekerjaan rumah cukup berat.