Ilustrasi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (eKTP). Dok. TEMPO/Suryo Wibowo
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sidang e-KTP hari ini, ahli fisika nanomaterial dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Mikrajuddin Abdullah menjelaskan jenis dan perkiraan harga bahan yang dipakai untuk produksi tiap e-KTP kepada majelis hakim. Penaksiran harga itu dilakukan Mikrajuddin usai memeriksa material plastik e-KTP yang disediakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kami tentukan itu jenis plastik apa yang digunakan, lalu kami gunakan analisis kimiawi dan fisika untuk mengetahui bahan dan material sebelum nantinya kita menentukan tafsiran harga," ujar Mikrajuddin dalam persidangan di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 8 Juni 2017. Baca : Sidang E-KTP, Hakim ke Andi Narogong: Ini Kan Sontoloyo
Dosen Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB itu menyebut adanya 7 lapisan film setebal 0,89 milimeter di setiap keping e-KTP.
"Lapisan paling tengah itu sebagai tempat dipasangnya chip dan antena," ujar Mikrajuddin.
Dalam penjelasan dia, terungkap bahwa material e-KTP termasuk jenis Polyethylene Terephthalate (PET) atau Polyethylene Terephthalate Glycol (PETG), yang sifat kimia dan harganya hampir sama di pasar. Bahan baku itu umum digunakan untuk membuat ID smart card.
"Tafsiran harga plastiknya saja yg kita simpulkan Rp 628,71. Itu hanya sebatas harga materialnya saja," ujar dia.
Berdasarkan fakta persidangan yang dipimpin Hakim Jhon Halasan Butar Butar itu, diketahui bahwa lapisan film untuk produksi e-KTP diimpor oleh PT Sandhipala Arthaputra dari vendor Jiangshu Huaxin Plastic Industry Developing Co.Ltd. Bahan itu tersebut diimpor di waktu terpisah, sejak Juli hingga November 2011. Simak juga : Andi Narogong Mengaku Diminta USD 1,5 Juta oleh Irman
Mikrajuddin dihadirkan sebagai saksi ahli sidang e-KTP, bersama auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suaedi. Lewat keduanya, hakim ingin memastikan nilai kerugian yang ditimbulkan dari korupsi proyek e-KTP. Dalam perkara ini, jaksa telah mendakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto. Mereka diindikasi memperkaya diri merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.