Anggota DPD DIY Kontra OSO, Tak Ambil Uang Reses Rp 145 Juta  

Reporter

Senin, 5 Juni 2017 10:53 WIB

Rapat Paripurna DPD Kembali Ricuh. TEMPO/Ahmad Faiz

TEMPO.CO, Yogyakarta - Para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Daerah Istimewa Yogyakarta menyadari perlawanan mereka di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tak mudah. Mereka menggugat soal pengambilan sumpah pimpinan DPD yang dinilai tidak sah.

"Kami sadar siapa yang kami hadapi. Gugatan (DPD) ke pengadilan, sedangkan yang dilawan adalah Mahkamah Agung, yang membawahi semua peradilan. Namun masyarakat tahu di mana posisi kami," kata anggota DPD asal Daerah Istimewa Yogyakarta, Cholid Mahmud, akhir pekan lalu.

Baca juga:
Kubu GKR Hemas Adukan Sekjen DPD, Dianggap Paksa Dukung OSO
Diadukan ke Komisi ASN, Sekjen DPD: Senator Jangan Memaksa


Bahkan ia mengibaratkan perjuangan para anggota DPD yang menentang proses hingga pelantikan pimpinan baru itu seperti burung yang membawa air di paruhnya pada zaman Nabi Ibrahim. Saat Nabi Ibrahim dibakar, lalu ada burung yang membawa air di paruhnya untuk memadamkan api. Burung-burung lain mengolok karena tidak mungkin air sedikit itu bisa memadamkan api yang besar. Namun si burung hanya menjawab, "paling tidak posisiku diketahui, di mana aku memihak."

Sebanyak 46 dari 132 anggota DPD tidak setuju dengan pemilihan pimpinan baru mereka. Alasannya bukan soal jabatan, tapi soal hukum yang dilanggar mereka.

Baca pula:
Sekjen DPD: Statement Pukat UGM Hanya Asumsi

Kisruh kepemimpinan DPD ini dimulai dari gagasan masa jabatan pimpinan tidak harus lima tahun, tapi cukup dua tahun enam bulan. Gagasan ini lalu dituangkan dalam Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Tertib.

Karena langkah ini dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3), anggota yang tidak setuju mengajukan upaya hukum. Pertama, ke Mahkamah Konstitusi, yang kemudian ditolak karena persoalan tata tertib bukan domain MK.

Lalu anggota yang tidak setuju melakukan upaya hukum ke Mahkamah Agung. Sebelum Mahkamah Agung mengeluarkan putusan, pada 3 April 2017 direncanakan pemilihan pimpinan baru.

Silakan baca:
Kisruh Pimpinan DPD, Hemas Gugat Pelantikan ke PTUN

Ternyata, tiga hari sebelum pemilihan, Mahkamah Agung melayangkan surat keputusan, yang intinya menerangkan Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Tertib bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang P3. Karena itu, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memerintahkan pimpinan DPD untuk mencabut tata tertib itu.

Sidang pada 3 April sangat ricuh. Sidang yang dipimpin GKR Hemas dan Farouk Muhammad itu memanas. Banyak anggota DPD yang berasal dan menjadi pengurus partai politik menginginkan pemilihan pimpinan baru. Setelah ditutup, sidang ricuh. Lalu pada 4 April dinihari sidang dibuka lagi oleh pemimpin sidang, Farouk.

Simak:
Kisruh DPD, Kubu Oso Optimistis Menang di PTUN

Sidang dilanjutkan dengan menunjuk anggota tertua menjadi pimpinan sidang, yaitu A.M. Fatwa, yang menurut Cholid pro pemilihan pimpinan baru. Pemilihan menghasilkan Oesman Sapta Odang menjadi ketua, sementara dua wakil ketua dijabat Darmayanti Lubis dan Nono Sampono.

"Kami sepakat, tanpa integritas, DPD bagaikan kerangka tanpa daging dan jiwa sehingga tidak akan berguna bagi bangsa dan negara," kata Cholid.

Menurut Gusti Ratu, hal yang dilakukan kubunya itu bukan soal kekuasaan, tapi demi tegaknya hukum. Kalau soal jabatan dan kekuasaan, istri raja Yogyakarta ini beberapa kali ditawari menjadi Wakil Ketua MPR. "Jika dibiarkan, kasus ini akan memperburuk tata hukum di Indonesia," kata Hemas.

Baca:
Hemas Mengaku Ditawari Posisi Wakil Ketua MPR Oleh Oesman Sapta

Bahkan, kata dia, skenario gagasan masa jabatan hanya dua tahun enam bulan itu sudah direncanakan sejak kekalahan tiga pimpinan DPD versi Oesman ini. Sebab, saat pemilihan pimpinan, setelah para anggota DPD dilantik 2014, mereka kalah. Darmayanti kalah dari Irman Gusman, Oesman kalah dari Hemas, dan Nono kalah dari Farouk.

Semua anggota DPD dari Daerah Istimewa Yogyakarta tidak mengambil uang reses sebesar Rp 145 juta per orang. Sebab, bagi yang akan mencairkan harus mengakui kepemimpinan Oesman.

"Bahkan Sekretaris Jenderal DPD menahan uang reses jika anggota tidak mengakui kepemimpinan OSO (Oesman Sapta Odang). Namun surat pernyataan mengakui itu tidak kuat secara hukum," kata Afnan Hadikusumo, salah satu perwakilan DPD dari Daerah Istimewa Yogyakarta.

Keputusan upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara akan dikeluarkan pada 8 Juni mendatang. Masyarakat menunggu keputusan Mahkamah Agung, yang dinilai melanggar keputusannya sendiri, soal tata tertib dan melantik pimpinan baru DPD.

MUH. SYAIFULLAH

Berita terkait

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

2 hari lalu

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi melaporkan Pj Wali Kota Yogyakarta Singgih Rahardjo ke Gubernur DIY, Mendagri, KPK dan Ombudsman

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

5 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Hari Kartini, Yogyakarta Diramaikan dengan Mbok Mlayu dan Pameran Lukisan Karya Perempuan

10 hari lalu

Hari Kartini, Yogyakarta Diramaikan dengan Mbok Mlayu dan Pameran Lukisan Karya Perempuan

Para perempuan di Yogyakarta memperingati Hari Kartini dengan lomba lari dan jalan kaki, serta membuat pameran lukisan.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

14 hari lalu

Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

Tiga kampung wisata di Kota Yogyakarta ini paling banyak didatangi karena namanya sudah populer dan mendapat sederet penghargaan.

Baca Selengkapnya

Begini Pengaturan Soal Zoonosis dan Masyarakat Adat dalam RUU KSDAHE

14 hari lalu

Begini Pengaturan Soal Zoonosis dan Masyarakat Adat dalam RUU KSDAHE

Sejumlah aspek dalam RUU KSDAHE dianggap masih memerlukan penguatan dan penyelarasan.

Baca Selengkapnya

Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

14 hari lalu

Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

Rancangan Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya atau RUU KSDAHE ditarget segera disahkan pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Lupakan Kejadian Pilkada Jatim 2018, LaNyalla Hadiri Open House Prabowo Subianto

21 hari lalu

Lupakan Kejadian Pilkada Jatim 2018, LaNyalla Hadiri Open House Prabowo Subianto

Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattaliti menghadiri open house presiden terpilih Prabowo Subianto

Baca Selengkapnya

Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

25 hari lalu

Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

Dua alat peraga baru di Taman Pintar Yogyakarta di antaranya multimedia berupa Videobooth 360 derajat dan Peraga Manual Pump.

Baca Selengkapnya

Didorong Maju Pilkada Depok, Begini Jawaban Nyeleneh Komeng

28 hari lalu

Didorong Maju Pilkada Depok, Begini Jawaban Nyeleneh Komeng

"Tertarik atau enggaknya, saya kan orang bukan tambang ya, jadi kita akan lihat ke sana," kata Komeng.

Baca Selengkapnya

Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

29 hari lalu

Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

Dalam foto yang beredar, terdapat tambahan karcis tidak resmi untuk penitipan helm yang membuat tarif parkir di Yogyakarta membengkak.

Baca Selengkapnya