TEMPO.CO, Jakarta - Dua senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nurmawati Dewi Bantilan dan Muhammad Asri Anas mengadukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD Sudarsono pada Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi. Di hadapan Sofian mereka mengatakan, Sudarsono memaksa senator DPD kubu GKR Hemas untuk mengisi blanko dukungan kepada kepemimpinan Oesman Sapta Odong (OSO). Jika tidak, dana reses senator tidak akan diberikan.
“Dia tahan dengan alasan keputusan sidang paripurna, padahal semuanya hanya akal-akalan,” ujar senator asal Sulawesi Tengah Nurmawati, di Kantor KASN, Pancoran, Jakarta Timur, Selasa, 23 Mei 2017. Nurwati mengatakan ada sekitar 30 orang senator yang tidak mau menyerahkan blanko dukungan terhadap OSO dan ditahan dana resesnya. Dalam keterangan tertulis kubu GKR Hemas menyebut tindakan Sudarsono sebagai premanisme birokrat.
Baca juga:
Dua Senator Tagih Tindak Lanjut Laporan Pelanggaran Sekjen DPD
Meski dana resesnya ditahan, Nurwati tetap menolak untuk turuti perintah Sekjen DPD. “Tanggung jawab kami bukan kepada sekjen, tapi kepada konstituen kami di daerah. Walaupun dia tahan, kami turun apa adanya sesuai situasi kami,” katanya.
Anas—senator dari Sulawesi Barat—juga mengungkapkan bahwa Sudarsono melobi Wakil Ketua MA Suwardi agar dia mau memandu pelantikan OSO. Nurmawati dan Anas mengklaim tindakan Sudarsono tersebut melanggar aturan dan kode etik Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Undang-undang No 5 Tahun 2014 tentang ASN. UU ASN menyebutkan seorang pejabat sipil harus bersikap netral, profesional dan taat pada perintah hukum.
Baca pula:
Sekjen DPD: Statement Pukat UGM Hanya Asumsi
Selain itu Anas mengatakan, Sudarsono telah menyembunyikan salinan surat putusan pimpinan DPD yang dianggapnya menjadi akar permasalahan dualisme kepemimpinan DPD saat ini. “Ternyata tidak pernah dibagikan oleh sekjen, hanya dia yang pegang. Itu juga yang membuat putusan MA berubah,” ujarnya.
Dua senator tersebut mendesak kasus agar kasus DPD menjadi prioritas untuk ditangani KASN. Sebab menurut mereka, kasus ini menyangkut sebuah lembaga negara yang sedang mengalami konflik akibat kepemimpinan yang tidak sah.
Silakan baca:
Oesman Sapta Dianggap Ilegal, Laporan Reses Anggota DPD ke Hemas
Sebelumnya Nurmawati bersama Anas telah menyambangi Kantor KASN pada 5 Mei 2017 untuk melaporkan Sekjen DPD Sudarsono Hardjosoekarto. Ini merupakan pertemuan kedua mereka dengan Ketua KASN Sofian Effendi.
Polemik di DPD bermula dari adanya Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur masa jabatan pimpinan DPD dari lima tahun menjadi dua tahun enam bulan. Beberapa senator DPD mengajukan uji materi terhadap tatib tersebut. Akhirnya MA mengeluarkan putusan pada 30 Maret 2017 yang membatalkan tatib dan mengembalikan masa jabatan pimpinan DPD menjadi lima tahun.
Namun awal April 2017, sebagian anggota DPD menganggap M Saleh, GKR Hemas, dan Farouk Muhammad sudah demisioner. DPD tetap menjalankan pemilihan pimpinan baru hingga dini hari dan menetapkan Oesman, Nono, dan Darmayanti sebagai pimpinan DPD periode 2017-2019.
Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial Suwardi memandu Oesman, Nono, dan Darmayanti mengucapkan sumpah jabatan. Kepemimpinan yang baru ini tidak diakui sebagian anggota DPD, termasuk Hemas dan Farouk Muhammad.
Saat ini, GKR Hemas melakukan perlawanan lewat jalur hukum, yakni mengajukan permohonan terkait langkah administratif Mahkamah Agung yang memandu sumpah jabatan pimpinan DPD Oesman Sapta Odang atau OSO, Nono, dan Darmayanti ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
DWI FEBRINA FAJRIN I S. DIAN ANDRYANTO