Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan, memberikan keterangan kepada awak media susai rapat pleno, di Gedung DPP Partai Demokrat, Jakarta, 6 Maret 2017. Partai Demokrat menyerahkan keputusan untuk memberikan dukungan kepada paslon Ahok-Djarot atau Anies-Sandi yang maju dalam putaran kedua pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 kepada Agus Harimurti Yudhoyono. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO,Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan partainya tetap menolak usul pengajuan hak angket KPK. Ia juga memastikan partainya tak akan mengirim wakil dalam Panitia Khusus Angket KPK.
”Substansinya bagi Demokrat, itu tidak relevan untuk diajukan angket sehingga kami konsisten menolak dan tidak akan mengirim wakilnya ke pansus,” kata Syarief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 19 Mei 2017.
Demokrat, menurut Syarief, menolak pengajuan hak angket KPK dan semua bentuk wacana pelemahan KPK. Ia pun meminta anggota pengusung hak angket menghormati proses hukum di KPK. “Kecuali ada kasus mengendap di KPK, barulah kita lakukan pengawasan,” ucapnya.
Pansus hak angket KPK dibentuk menindaklanjuti usul hak angket DPR untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam Haryani di KPK, yang menyebutkan ada enam anggota Komisi Hukum DPR yang mengancam saksi dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) itu. Hal lain yang ingin diselidiki adalah pembiayaan pembangunan gedung KPK, belanja perjalanan dinas pegawai, serta belanja barang di Direktorat Monitor Kedeputian Informasi dan Data.
Pansus hak angket KPK tersebut akan beranggotakan 30 orang dari 10 fraksi di DPR. Namun, hingga rapat Badan Musyawarah yang dijadwalkan Kamis, 18 Mei 2017, belum ada satu pun fraksi yang mengirim perwakilan dalam pansus. Baru PKS yang secara bulat menolak dan tidak akan mengajukan wakilnya dalam pansus angket KPK.
Meski tidak mengikuti jejak PKS yang bulat dengan membuat pernyataan tertulis untuk menolak, Syarief mengatakan Demokrat meminta usulan hak angket KPK untuk dihentikan. “Menurut Demokrat, itu dihentikan saja,” katanya.
Pakar hukum UGM Zainal Arifin Mochtar menilai putusan MK yang akhirnya memenangkan pasangan nomor urut 02 Prabowo-Gibran telah menyisakan pekerjaan rumah cukup berat.