Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menghadiri sidang saksi TPPU dengan terdakwa M Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 23 Maret 2016. Anas saat ini masih mendekam di Lapas sebagai terpidana kasus korupsi tindak pidana pencucian uang proyek P3SON Hambalang. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Sarifuddin Sudding mengatakan partainya membuka pintu bagi mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk bergabung. Hanura, kata Sudding, tidak khawatir citra Anas yang berstatus terpidana korupsi dapat berpengaruh negatif pada partainya.
"Enggak. Saat itu kami tidak melihat kasus Anas semata-mata konteks hukum. Tapi lebih berkaitan politik," kata Sudding saat dihubungi, Jumat, 23 Desember 2016. "Kami semua paham."
Selain itu, menurut anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini, masyarakat juga berpikiran sama bahwa kasus Anas lebih ke arah politik. "Dia tokoh muda yang saat itu dalam situasi politik yang tidak diberikan ruang," ujarnya.
Nama Anas sendiri disebut-sebut akan merapat ke Hanura. Pasalnya, Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang mengaku mendapat dukungan dari Anas. Anas, kata Oesman, juga menginstruksikan loyalisnya untuk gabung ke Hanura.
Menurut Sudding, OSO-sapaan Oesman-sedang membangun komunikasi dengan Anas agar bergabung. OSO yang memiliki jaringan luas dianggap akan membuka ruang pada tokoh-tokoh politik untuk bergabung. "Termasuk Anas dan seluruh gerbongnya," ujarnya.
Salah satu loyalis Anas yang sudah mendeklarasikan diri bergabung ke Hanura adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah I Gede Pasek Suardika. Mantan kader Demokrat ini mengaku telah mengajak senator-senator lainnya untuk bergabung.
Pada 8 Juni 2015, majelis kasasi Mahkamah Agung memperberat hukuman terhadap bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsidair 1 tahun 4 bulan penjara. Selain itu, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum ini diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar. Jika tak dibayar dalam waktu sebulan, maka seluruh kekayaannya bakal dilelang.
Mahkamah juga mencabut hak politik Anas, sehingga Anas kehilangan hak untuk dipilih di jabatan publik. Putusan ini diketuk Majelis hakim yang dipimpin Artidjo Alkostar, MS Lumme, dan Krisna. Anas mengajukan kasasi pada 9 Maret 2015 meskipun sebelumnya putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta telah meringankan hukumannya menjadi 7 tahun penjara.