TEMPO.CO, Jakarta - - Mahkamah Agung melipatgandakan hukuman bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsidair 1 tahun 4 bulan penjara. Selain itu, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum ini diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar. Jika tak dibayar dalam waktu sebulan, maka seluruh kekayaannya bakal dilelang. "Jika kekayaan yang dilelang belum cukup, ia terancam penjara selama 4 tahun," kata Hakim Agung Krisna Harahap melalui pesan elektronik, Senin, 8 Juni 2015. (baca: Hukuman Diperberat MA Jadi 14 Tahun, Anas Urbaningrum Ajukan PK)
Tambahan Hukuman Anas masih ada lagi. Mahkamah mencabut hak politik Anas, sehingga Anas kehilangan hak untuk dipilih di jabatan publik. Putusan ini diketuk Majelis hakim yang dipimpin Artidjo Alkostar, MS Lumme, dan Krisna. "Terkait pencabutan hak politik, majelis kasasi menilai publik harus dilindungi dari kemungkinan sarah pilih seseorang yang nyata-nyatanya telah mengkhianati amanah yang pernah diberikan publik padanya," kata Krisna.
Menurut Krisna, majelis kasasi yakin Anas terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP, Pasal 3 UU Pemberantasan Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Pencucian Uang. Pasal-pasal itu mengatur perbuatan korupsi dalam proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang, serta melakukan pencucian uang. Padahal di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah meringankan vonis Anas dari 8 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara.
Majelis kasasi menolak keberatan Anas yang menyatakan pembuktian pencucian uang harus didahului pembuktian pidana asal alias 'predicate crime'. Menurut Krisna, Pasal 69 UU Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang mengatur pembuktian pencucian uang tak harus menunggu pembuktian 'predicate crime'.
Pengacara Anas, Handika Honggo Wongso, menyebut putusan kasasi terhadap kliennya sebagai vonis yang gila. "Sungguh berat sekali. Majelis kasasi lebih mengedepankan semangat menghukum ketimbang semangat mencari keadilan," katanya melalui pesan pendek, Senin, 8 Juni 2015.
Handika menyatakan akan mengajukan upaya Peninjauan Kembali. "Sidang kasasi itu memeriksa soal penerapan hukum. Jika sampai majelis kembali mempertimbangkan fakta untuk dasar hukum, ya jelas keliru. Tentu itu harus dilawan secara total," ujarnya.
MUHAMAD RIZKI