Lima mahasiswa yang berniat untuk menjual ginjal melakukan aksi di depan Rektorat, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, (20/8). Mereka menjual ginjal untuk membayar kuliah. ANTARA/Ari Bowo Sucipto
TEMPO.CO, Malang - Sekitar sepuluh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang, berkeras tak mau pulang dan memilih bermalam di depan rektorat. Mereka mendirikan tenda, melanjutkan aksi unjuk rasa menuntut penangguhan pembayaran uang kuliah.
Sesuai Surat Keputusan Rektor Universitas Brawijaya Malang, pembayaran uang kuliah dibatasi paling lambat Jumat, 23 Agustus ini. Mereka juga membuka posko untuk menerima pengaduan mahasiswa yang mengalami nasib serupa.
Aksi ini, katanya, akan dilakukan sampai Rektor Universitas Brawijaya Malang Yogi Sugito menemui mereka. Mereka berharap agar rektor memperpanjang masa pembayaran demi memberi kesempatan mahasiswa untuk melunasi uang kuliah. Jika tak ada perubahan, mereka bakal terancam putus kuliah.
Megawati, mahasiswa semester tiga di Brawijaya, mengaku menunggak hingga Rp 10 juta. Rinciannya, sumbangan pengembangan fasilitas pendidikan sebesar Rp 8 juta dan sumbangan pendidikan sebesar Rp 1,6 juta per semester. Megawati mengatakan orang tuanya tak mampu membayar lunas tunggakan.
"Orang tua juga meminjam tetangga dan keluarga," katanya sambil menahan tangis. Bahkan, modal usaha berdagang kelapa orang tuanya juga terpakai untuk membayar utang.
Juru bicara Universitas Brawijaya Malang, Susantinah Rahayu, menemui pengunjuk rasa. Ia menyatakan menerima aspirasi dan akan disampaikan kepada rektor. Sempat terjadi keributan sewaktu Susianti meminta mahasiswa membuat surat tertulis.