Cerita Awal Mula Migrant Care Mencium Adanya Dugaan Jual Beli Surat Suara di Malaysia

Jumat, 1 Maret 2024 09:34 WIB

Staf Pengelolahan Data dan Publikasi Muhammad Santosa dan Direktur eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo memberikan keterangan saat konferensi pers kasus ribuan data ganda di DPTLN Johor Bahru, Malaysia, Bawaslu RI, Jakarta, Kamis, 1 Februari 2024. Dalam keteranganya, Tim Migrant Care menemukan sekitar 3.238 nama dengan alamat dan umur yang sama di DPT Johor Bahru Malaysia, dan meminta kepada Bawaslu untuk menindak tegas pada temuan tersebut. TEMPO/ Febri Angga Palguna

TEMPO.CO, Jakarta - Migrant Care, organisasi yang mengurusi pekerja migran Indonesia mengungkap dugaan praktik jual beli surat suara pemilu di Malaysia pada Sabtu 10 Februari 2024. Surat suara pemilu itu dijual dari harga 25-50 Ringgit Malaysia atau setara Rp81 ribu hingga Rp163 ribu.

Praktik jual beli surat suara itu terungkap saat Muhammad Santosa Staf Pengelolaan Data dan Publikasi Migrant Care berkunjung ke Kuala Lumpur dalam tugas pengawasan pemilu. Pada 8 Februari 2024, Santosa menemui sahabat karibnya di sebuah lobi hotel di Kuala Lumpur, sekitar pukul 15.00. Gedung itu terletak di kawasan Titiwangsa, salah satu kawasan di pinggiran Kuala Lumpur.

Dari hotel ini Santosa berkenalan dengan seorang pria, yang usianya sekitar 40 tahun. Pria ini datang bersama temannya. Dalam obrolan mereka muncul cerita jual beli surat suara pemilihan umum atau Pemilu 2024.

"Aku dikenalkan temanku kepada temannya. Temannya ini menawarkan menjual surat suara," kata Santosa, saat dihubungi Tempo, pada Kamis, 29 Februari 2024.

Santosa menyebut pria yang menjadi lawan bicaranya saat itu mengira dirinya bagian dari tim sukses calon anggota legislatif, yang berkunjung ke Kuala Lumpur mencari dukungan suara. Selain itu, Santosa juga dianggap punya koneksi yang bisa dihubungkan dengan caleg yang butuh surat suara.

Advertising
Advertising

"Mas ini ada surat suara sekitar 5000-an. Bisa dijual ke siapa? Harga satu surat suara 25 Ringgit Malaysia," tutur Santosa menirukan ucapa pria tersebut. Di situlah ia tersentak setelah dikabarkan ada surat suara di tangan calo.

Ia pun berusaha mengulik informasi lebih banyak dari pria tersebut. "Nah, aku tanya. Sampai banyak banget, Mas?" ujar dia.

Santosa mengatakan pria itu bercerita, bahwa surat suara tersebut dikumpulkan oleh beberapa orang. Alasannya, mengepul ribuan surat suara itu tak bisa dikerjakan satu orang karena bisa menguras waktu cukup lama. "Misalnya, mau kumpulkan lima ribu surat suara itu berapa hari? Ini masalah waktu, kalau banyak orang kan cepat," ujar Santosa.

Setelah mendapatkan surat suara, para calo langsung mencari calon Dewan Perwakilan Rakyat atau timnya, yang mau bersedia membayar surat tersebut. "Ketika ada orang yang cari surat suara, ya udah kita tawarkan. Nah, gimana sampeyan, mau enggak?" kata pria itu lagi kepada Santosa.

Ketika ditawarkan surat suara di tangan calo ini, Santosa menolak. Kepada pria itu, dia mengaku tak mengenal caleg atau jaringan yang biasa membeli surat suara ini. "Aku enggak punya jaringan, Mas. Enggak punya kenalan caleg seperti itu," ujar Koordinator Program Migrant Care Jawa Barat itu menjawab calo tersebut.

Santosa bercerita kepada calo itu bahwa ia datang hanya untuk melihat langsung suasana pemilu yang digelar di Kuala Lumpur. "Saya semakin yakin 99 persen ada jual beli surat suara karena, dengar langsung dari mafianya, gitu lho," tutur dia.

Selanjutnya: Tidak mengincar Pilpres..<!--more-->

Santosa mengatakan dagang surat suara oleh calo menargetkan caleg dan mereka tak fokus pada calon presiden. "Misalnya aku sebagai mafia, aku punya sepuluh surat suara, aku coblos. Kalau urusan presiden kembali ke aku, mau coblos 01, 02 03, itu sudah makruh. Tapi yang wajib itu caleg. Karena caleg itu cari aman sendiri," ujar dia.

Dia memperkirakan calon ini orang Indonesia yang telah tinggal lama di Kuala Lumpur yang mengerti pola mendapatkan surat suara tersebut. Tempo meminta Santosa dihubungkan sama temannya yang mengenal calo tersebut. Namun ia menolak diwawancarai.

"Kalau di Malaysia tidak ada orang yang baru tinggal dua tahun langsung main seperti itu. Pasti dilibas sama senior-seniornya, kalau ia ikut, pasti karena diajak," ucap dia, yang mengira kebanyakan para calo itu pekerja swasta.

Santosa mengatakan jual beli surat suara sangat berhubungan dengan pengiriman surat suara bermasalah. Pengiriman logisitik itu, dalam pantauannya banyak tak tepat alamat. Bahkan berhenti di kotak pos. "Di pos itu tidak ada pemantauan sama sekali," tutur Santosa. Salah satunya di sebuah apartemen di Kuala Lumpur tempat tinggal WNI, dia melihat di sebuah tangga ada tiga kotak pos. Surat dari berbagai tempat, akan masuk di situ. Dan orang bebas lalu lalang di situ.

Ia menuturkan, surat suara yang diperjualbelikan diperoleh dari surat suara yang dikirim ke alamat pemilih menggunakan metode pos. Alasannya, pengiriman surat suara di Malaysia seperti Kuala Lumpur, cukup berantakan.

"Kalau di Kuala Lumpur itu masyarakat tidak tahu. Si pengirimnya pun tidak mau tahu, yang penting sampai di alamat kotak pos," kata dia. Sehingga surat yang ada di kotak itu tak terpantau.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy'ari sempat menanggapi kabar terjadinya dugaan jual beli surat suara. Hal itu termasuk bagian dari pembahasan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur antara KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Luar Negeri.

"Ya, ini kan kaitannya dengan itu, makanya harus kami murnikan lagi," kata Hasyim kepada wartawan, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 26 Januari lalu.

Hasyim juga menjelaskan tentang tujuh orang anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri atau PPLN Kuala Lumpur dinonaktifkan. Hasyim bilang penonaktifan bawahannya itu berhubungan dengan tata kelola pemilu yang bermasalah.

Belakangan santer kabar PSU mencuat. Hal utama yang perlu dilakukan adalah pembersihan data pemilih. Perbaikan data pemilih di Kuala Lumpur ini merupakan satu dari rekomendasi Bawaslu untuk menjalankan PSU. Dua lembaga penyelenggara pemilu ini bersepakat untuk dimulai dari menata daftar pemilih tetap.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menolak merincikan kasus dugaan jual beli suara Pemilu 2024. Kasus memperdagangkan surat suara ini diduga terjadi di Kuala Lumpur. "Nanti, kan lagi penyelidikan," kata Rahmat, saat ditemui di kantor DKPP, Senin, 26 Februari lalu.


Pilihan Editor: KPU Lakukan Pemilihan Suara Ulang Pemilu 2024 di TPS Kuala Lumpur, Pernah Runyam Pula di Pemilu 2019

Berita terkait

Hakim MK Soroti Sirekap Menjelang Pilkada, Perludem: Kalau Tak Disiapkan, Masalah di Pemilu Bisa Terulang

2 jam lalu

Hakim MK Soroti Sirekap Menjelang Pilkada, Perludem: Kalau Tak Disiapkan, Masalah di Pemilu Bisa Terulang

Perludem menanggapi soal hakim MK Arief Hidayat yang mewanti-wanti KPU soal permasalahan Sirekap menjelang pilkada serentak 2024.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Soroti Potensi Masalah Sirekap di Pilkada, Ini Sederet Polekmiknya

6 jam lalu

Hakim MK Soroti Potensi Masalah Sirekap di Pilkada, Ini Sederet Polekmiknya

Hakim MK Arief Hidayat mewanti-wanti KPU soal permasalahan Sirekap di pilkada 2024. Arief mencontohkan Sirekap juga sempat menjadi polemik dalam sengketa pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

MK Bacakan Putusan Dismissal Sengketa Pileg pada 21-22 Mei

18 jam lalu

MK Bacakan Putusan Dismissal Sengketa Pileg pada 21-22 Mei

MK akan memberi tahu kelengkapan tambahan yang dibutuhkan dari pemohon jika perkara mereka lanjut ke pembuktian berikutnya setelah dismissal.

Baca Selengkapnya

Ketua MK Kritik Dokumen KPU Kurang Rapi di Sidang Sengketa Pileg 2024

21 jam lalu

Ketua MK Kritik Dokumen KPU Kurang Rapi di Sidang Sengketa Pileg 2024

Ketua MK itu berujar para kuasa hukum KPU juga harus memperhatikan aspek estetika dokumen, selain soal substansi.

Baca Selengkapnya

Mahfud Md: Pilpres 2024 Secara Hukum Sudah Selesai, tapi Secara Politik Belum

23 jam lalu

Mahfud Md: Pilpres 2024 Secara Hukum Sudah Selesai, tapi Secara Politik Belum

Mahfud Md mengatakan Pilpres 2024 secara hukum konstitusi sudah selesai, tapi secara politik belum karena masih banyak yang bisa dilakukan.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Beri Catatan Soal Sirekap Menjelang Pilkada Serentak: Memang Tidak Bisa Digunakan

1 hari lalu

Hakim MK Beri Catatan Soal Sirekap Menjelang Pilkada Serentak: Memang Tidak Bisa Digunakan

Hakim MK kembali menyinggung soal Sirekap yang digunakan dalam Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 sesuai Jadwal, Berikut Tahapan dan Jadwal Lengkapnya

1 hari lalu

Jokowi Pastikan Pilkada 2024 sesuai Jadwal, Berikut Tahapan dan Jadwal Lengkapnya

Presiden Jokowi mengatakan tidak ada pengajuan dari pemerintah untuk percepatan Pilkada 2024. Berikut tahapan dan jadwal lengkap Pilkada serentak 2024

Baca Selengkapnya

Mahfud Md: Pola Kecurangan Pemilu Sudah Berubah, Kini Kembali Melibatkan Negara

1 hari lalu

Mahfud Md: Pola Kecurangan Pemilu Sudah Berubah, Kini Kembali Melibatkan Negara

Mahfud Md menyebut curangan pemilu saat ini bentuknya mirip dengan pemilu yang belangsung era Orde Baru, karena pemenang telah ditentukan.

Baca Selengkapnya

Daftar Pemilihan Gubernur yang Digelar pada Pilkada 2024, Mengapa Yogyakarta Tak Termasuk?

1 hari lalu

Daftar Pemilihan Gubernur yang Digelar pada Pilkada 2024, Mengapa Yogyakarta Tak Termasuk?

Pilkada 2024 akan dilaksanakan pada November 2024 di semua provinsi di seluruh Indonesia, kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Jadwal Lengkap dan Tahapan Pilkada 2024, Kapan Hari Pemungutan dan Penghitungan Suara?

1 hari lalu

Jadwal Lengkap dan Tahapan Pilkada 2024, Kapan Hari Pemungutan dan Penghitungan Suara?

KPU jadwalkan tahapan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali kota dan Wakil Wali kota di Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya