Mengenal Presidential Threshold 20 Persen dalam Pemilu 2024, Koalisi Anies Baswedan Sudah Cukup?
Reporter
Hendrik Khoirul Muhid
Editor
S. Dian Andryanto
Rabu, 1 Februari 2023 08:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera atau PKS secara resmi mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden atau Capres 2024. Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Mohamad Sohibul Iman menyebut partainya konsisten mendukung Anies bersama NasDem dan Demokrat. Berkat dukungan partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan ini, dia mengklaim Eks Gubernur DKI Jakarta itu telah memenuhi presidential threshold 20 persen.
“PKS konsisten menjadi bagian dari partai-partai pengusung Anies Rasyid Baswedan tersebut (Koalisi Perubahan) di Pilpres 2024. Sehingga koalisi ini memenuhi presidential threshold 20 persen,” ujar Sohibul, Senin, 30 Januari 2023.
Baca: Ketentuan Presidential Threshold 20 persen Dinilai Persempit Demokrasi
Apa Itu Presidential Threshold?
Untuk diketahui, di Indonesia sistem pemilihan umum disingkat Pemilu, menggunakan tiga sistem threshold atau ambang batas. Ketiganya yaitu electoral threshold, parliamentary threshold, dan presidential threshold.
1. Jenis-jenis threshold Pemilu di Indonesia
Secara singkat, berikut uraian tentang jenis threshold di perpolitikan tanah air. Pertama, electoral threshold, adalah batas minimal tingkat dukungan yang dibutuhkan partai untuk memperoleh perwakilan di lembaga legislatif atau parlemen. Saat ini, ambang batas ini dijadikan syarat bagi partai untuk menjadi peserta dalam pemilu berikutnya.
Kedua, parliamentary threshold, ambang batas perolehan suara minimal partai peserta pemilu untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR. Ini pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu ambang batas parlemen adalah sebesar 4 persen.
Serta ketiga, presidential threshold, adalah ambang batas minimal dukungan pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik. Ketentuan ini pertama kali diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
2. Regulasi presidential threshold di Indonesia
Gotfridus Goris Seran dalam Kamus Pemilu Populer: Kosa Kata Umum, Pengalaman Indonesia, dan Negara Lain, menyebutkan bahwa presidential threshold adalah suatu ambang batas suara yang harus diperoleh oleh partai politik dalam suatu gelaran pemilu untuk bisa mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 disebutkan dalam Pasal 5 ayat (4) bahwa “Pasangan calon sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR.”
3. Dasar hukum aturan presidential threshold di Indonesia
Regulasi penerapan presidential threshold di Indonesia didasarkan pada amandemen Undang-undang Dasar 1945 atau UUD 1945, terutama amandemen ketiga dan keempat. Dalam Pasal 6A ayat 2 menyatakan, pasangan Capres dan Cawapres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu. Aturan tersebut menyatakan, hanya partai politik dan gabungan partai politik peserta pemilu yang dapat mengusulkan pasangan calon atau Paslon presiden dan wakil presiden.
4. Penerapan presidential threshold di Indonesia
Pemilihan presiden dan wakil presiden menggunakan regulasi ambang batas pertama kali pada Pilpres 2004. Kemudian berlanjut pada Pilpres 2009 dan Pilpres 2014, sebagaimana mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2003. Namun, regulasi presidential threshold pada Pilpres 2019 sedikit berbeda.
Bahkan pemerintah membuat UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum untuk mengatur regulasi baru. Dalam UU Pemilu tersebut, ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR periode sebelumnya, yakni Pemilihan Legislatif atau Pileg 2014. Pasalnya, pelaksaan Pilpres dan Pileg 2019 dilaksanakan serentak pada April.
Pada Pilpres 2024, aturan Pilpres 2019 kembali digunakan mengingat kontestasi tahun depan juga diselenggarakan serentak. Yakni, untuk mengusung capres, partai atau gabungan partai politik memperoleh minimal 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR Pileg periode sebelumnya.
5. Sistem presidential threshold 20 persen di Indonesia dikritik dan digugat politikus
Penerapan presidential threshold 20 persen di Tanah Air mendapatkan kritikan dan gugatan dari kalangan politikus. Ketua Umum atau Ketum Partai Nasdem Surya Paloh, pada 25 Juli 2022 lalu, menyebut aturan tersebut mengekang hak seluruh warga negara untuk mencalonkan diri. Menurutnya, regulasi ini membuat peluang mencalonkan diri hanya dimiliki kalangan elit tertentu saja.
Jauh hari sebelum Surya Paloh mengungkapkan kritikannya, pihak-pihak lain bahkan sudah mengajukan gugatan terkait presidential threshold 20 persen ini. Pada 7 Juli 2022, gugatan yang dilayangkan oleh Dewan Perwakilan Daerah alias DPD dan Partai Bulan Bintang atau PBB adalah gugatan keenam yang ditolak Mahkamah Konstitusi atau MK terkait regulasi itu.
Sebelumnya MK telah melakukan penolakan dalam lima perkara yang sama. Pertama, gugatan yang diajukan oleh tujuh warga Bandung. Kedua, gugatan oleh empat pemohon. Ketiga, gugatan lima anggota DPD RI. Keempat pada Maret 2022, MK menolak gugatan yang diajukan Partai Ummat. Serta kelima gugatan 27 diaspora.
Tak selang sebulan pasca MK tolak gugatan DPD dan PBB, kali ini giliran PKS yang mengajukan gugatan. Tepatnya pada 27 Juli 2022. PKS yakin, gugatan mereka berhasil karena berbeda dengan gugatan-gugatan sebelumnya. PKS meminta agar ambang batas diturunkan menjadi 7 hingga 9 persen. Namun keyakinan PKS runtuh. MK kembali menolak gugatan pada 29 September 2022 lalu.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga: MK Tolak Gugatan Soal Presidential Threshold, PKS: Kami Hormati Meski Kecewa
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.