TEMPO.CO, Karanganyar-Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh mengatakan soal politik genderuwo yang diucapkan calon presiden inkumben Joko Widodo beberapa waktu lalu tidak perlu didramatisir. Menurut dia banyak hal yang lebih layak dibahas ketimbang politik genderuwo.
“Ya masalahnya kenapa itu terlalu didramatisir. Hal yang didramatisir itu (masalah) kriminal, atau skandal,” kata Surya di De Tjolomadoe, Karanganyar, Jawa Tengah, Ahad, 11 November 2018.
Menurut Surya hal ini merupakan salah satu konsekuensi dari sistem demokrasi. Dalam demokrasi yang super bebas, kata dia, ucapan seperti politik genderuwo adalah hal biasa. Dalam kondisi seperti ini, ujar Surya, hal yang perlu dijaga adalah harmoni. Pihak yang berkontestasi perlu menahan diri agar tidak saling menjatuhkan.
Ia menambahkan ucapan politik genderuwo sebetulnya tidak ada yang luar biasa. Ucapan ini jadi ramai diperbincangkan hanya karena kurangnya rasa humor. Walaupun memang terkadang di balik kelakar itu terselip perasaan kesal.
“Kita ini terlalu kering dengan sense of humor juga. Kadang-kadang sebenarnya ada penegasan, tapi kadang juga terselip perasaan yang memang kesal, perasaan ingin menggarisbawahi. Kadang berupa anekdot, ya, gak terlalu luar biasa lah itu,” ujar dia.
Istilahpolitik genderuwo menjadi viral setelah diujarkan Jokowi pada 9 November 2018. Jokowi menyindir pelaku politik yang menebar propaganda menakutkan. "Setelah takut, yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Itu sering saya sampaikan itu namanya politik genderuwo," ujar Jokowi.
Dalam mitos Jawa, genderuwo adalah sejenis makhluk halus berwujud manusia mirip kera yang bertubuh besar dan menakutkan. Sehingga ucapan politik genderuwo Jokowi mengundang polemik.