TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan revisi Undang-undang atau UU Ketenagakerjaan tidak perlu masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas. Musababnya, revisi undang-undang itu didasari atas hasil putusan Mahkamah Konstitusi atau MK terhadap UU cipta kerja.
"Karena itu hasil keputusan MK yang masuk kumulatif terbuka," kata Supratman di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 6 November 2024.
Dia mengatakan telah bertemu dengan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dan perwakilan serikat buruh Said Iqbal untuk membahas ihwal pengupahan. Dalam pertemuan itu, kata dia, disepakati bahwa pembahasan tentang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan pasca putusan MK dilakukan tak terburu-buru.
"Kami bersepakat dengan teman-teman buruh dan tenaga kerja untuk sesegera mungkin mempersiapkan Permenaker-nya," kata Supratman.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan tidak berlaku lagi.
"Intinya sesuai dengan keputusan MK bahwa kami dari DPR menyatakan memang PP 51 itu sudah tidak berlaku," katanya di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 6 November 2024.
Dia mengatakan, untuk menyikapi putusan MK soal UU Cipta Kerja, legislator bersama pemerintah dan buruh akan mengkaji dan membahasnya secara bersama-sama. Termasuk, ujarnya, soal pengupahan dan indeks upah buruh ke depan.
Namun, dia menilai pembahasan pasca putusan MK itu masih memerlukan waktu dan tidak terburu-buru. Sebab, katanya, hal ini bukan sesuatu yang mudah untuk dibahas.
"Supaya tidak ada yang dirugikan, baik dari pengusaha maupun buruh," ucapnya.
Adapun MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Salah satu poin di dalam putusan perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 tersebut adalah perihal upah minimum provinsi.
Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024 mewajibkan kembali pemberlakuan upah minimum sektoral (UMS). Aturan tentang pemberlakuan UMS tercantum dalam UU Ketenagakerjaan yang disahkan pada 2003. Namun, UU Ciptaker menghapus ketentuan tersebut.
MK sependapat dengan gugatan yang dilayangkan kaum buruh bahwa dalam praktiknya, penghapusan UMS sama saja negara tak memberi perlindungan yang memadai bagi pekerja.
Pilihan editor: Kadin Jakarta Klaim Memiliki Kesamaan Visi dan Misi dengan Ridwan Kamil