Kasus E-KTP, Bambang Soesatyo Ditanya Soal Aliran Dana ke Golkar
Reporter
Taufiq Siddiq
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 8 Juni 2018 14:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengaku dimintai konfirmasi oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ihwal aliran dana Rp 50 juta ke Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jawa Tengah.
"Intinya adalah meminta klarifikasi adanya transfer dana Rp 50 juta ke Jateng," ujar Bambang setelah diperiksa di gedung KPK, Jumat, 8 Juni 2018.
Baca juga: KPK: Pemeriksaan Bambang Soesatyo untuk Pengembangan Kasus E-KTP
Kader partai Golkar tersebut diperiksa sebagai saksi untuk dua tersangka korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Made Oka Masagung dan keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Dalam kasus ini, KPK sedang mendalami aliran dana korupsi e-KTP ke salah satu kegiatan di Jawa Tengah.
Ini merupakan pemeriksaan ulang terhadap Bambang. Sebelumnya, KPK sudah menjadwalkan pemeriksaan terhadap politikus Partai Golkar ini pada Senin, 4 Juni 2018 lalu. Namun Bambang mangkir dengan alasan jadwalnya sebagai pemimpin DPR penuh.
Baca: KPK Terus Telusuri Dugaan Duit Korupsi E-KTP ke Golkar
Bambang mengatakan tidak mengetahui soal transfer dana tersebut lantaran saat kejadian pada Mei 2012 itu dia duduk sebagai anggota Komisi III DPR. "Saya waktu itu Komisi III jadi tidak tahu sama sekali urusan Komisi II," katanya.
Saat pemeriksaan, kata Bambang, penyidik memperlihatkan bukti transfer dana tersebut. Bambang mengaku tidak tahu sumber dan kepada siapa dana tersebut diberikan. Selain itu, dia tidak mengetahui motif pengiriman uang tersebut.
Baca: Bambang Soesatyo Mangkir dari Panggilan KPK dalam Kasus E-KTP
Selain itu, Bambang Soesatyo tidak mengetahui ihwal kegiatan yang diduga dibiayai dari dana tersebut. Menurut dia, yang pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, kalau ada bantuan tidak dikirim lewat transfer, melainkan diserahkan langsung.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Irvanto sebagai tersangka. Ia disangka mengikuti proses pengadaan e-KTP sejak awal. Dia juga diduga mengetahui adanya permintaan imbalan sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP di DPR. Dalam sejumlah persidangan, Irvanto menyebut sejumlah aliran dana uang e-KTP ke anggota DPR.
Sementara itu, KPK menyangka Oka berperan menampung uang korupsi e-KTP di rekeningnya sebesar US$ 6 juta dari sejumlah pihak yang mengerjakan proyek pengadaan e-KTP milik Kementerian Dalam Negeri.