Analisis Pengamat Soal Peluang Gatot Nurmantyo di Pilpres 2019
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Juli Hantoro
Jumat, 16 Maret 2018 13:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jenderal Gatot Nurmantyo, dinilai sulit untuk bisa berlaga dalam pemilihan presiden atau pilpres 2019. "Saya terus terang melihat untuk maju (pilpres) pun masih sulit," kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya kepada Tempo, Jumat, 16 Maret 2018.
Kesimpulan itu dia ambil saat melihat komposisi bakal calon presiden yang berpeluang melaju dalam kontes politik tahun depan.
Baca juga: Survei Alvara: Publik Setuju Jokowi Dipasangkan Gatot Nurmantyo
Kelompok yang menamakan diri Selendang Putih Nusantara direncanakan bakal mendeklarasikan Gatot sebagai bakal calon presiden 2019 pada April mendatang setelah dia resmi pensiun. "Insya Allah (akan segera deklarasi)," ujar Ketua Relawan Selendang Putih Nusantara Rama Yumatha.
Relawan Selendang Putih Nusantara mengklaim sebagai tim yang beroperasi secara mandiri.
Menurut analisis Yunarto, ada dua pilihan apabila Gatot hendak maju berlaga dalam pilpres. Pertama, diusung poros Prabowo Subianto. Dengan catatan, kata dia, Prabowo memilih tidak menjadi kandidat presiden, tapi hanya sebagai kingmaker dan memajukan orang lain.
"Yang bisa bikin poros lagi (selain inkumben Joko Widodo) memang terpusat di Prabowo," ucapnya. "Di situ akan muncul nama Anies Baswedan ataupun Gatot Nurmantyo. Dengan catatan, Prabowo sebagai kingmaker, bukan kandidat."
Pilihan kedua, dia melanjutkan, merapat ke poros ketiga. Poros ini rencananya diinisiasi Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Baca juga: Gatot Nurmantyo: Bayangkan kalau 2019 Nanti Bukan Jokowi...
Namun dia merasa peluang Gatot di poros itu pun tidak mudah mengingat Demokrat kemungkinan besar akan memajukan Agus Harimurti Yudhoyono.
"Menurut saya, memasangkan militer dengan militer, Gatot dengan Agus, bukan kombinasi yang saling melengkapi," tuturnya. Kalau pun sang jenderal maju dan disandingkan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, dia nilai sulit. "Lalu bagaimana AHY ditempatkan?" katanya.
Jadi, secara garis besar, kata Yunarto, posisi Gatot Nurmantyo dinilai sulit. Sebab, dia menambahkan, sebagai bakal calon dari latar belakang militer, Gatot mesti berhadapan dengan Prabowo, yang memiliki elektabilitas tinggi, atau AHY, yang lebih populer dan memiliki kekuatan politik, yakni Partai Demokrat.
"Inilah PR (pekerjaan rumah) terbesar Gatot. Jadi bukan hanya soal elektabilitas saja, tapi mengenai ada tidaknya modal partai tadi," ujarnya.