Enggan Ikut Prosesi Bersama, Adik Sultan HB X: Kami Masih Menjauh

Jumat, 1 Desember 2017 14:40 WIB

Sri Sultan Hamengku Buwono X. TEMPO/Arif Wibowo

TEMPO.CO, Jakarta - Perseteruan antara Sultan Hamengkubuwono X atau Sultan HB X dan adik-adiknya masih terlihat. Dalam acara Gerebeg Mulud yang digelar Keraton Yogyakarta untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 30 November dan 1 Desember, tampak Sultan Hamengku Buwono X hadir namun pangeran dari Putra HB IX lainnya tak nampak.

Misalnya dalam Upacara Kundur Gangsa atau ritual mengembalikan dua gamelan pusaka, Kanjeng Kyai Gunturmadu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dari Pagongan Masjid Gedhe ke dalam keraton dan ritual Jejak Beteng (menendang tembok beteng) di Masjid Gedhe Kamis petang 30 November 2017.

Baca juga: Sultan HB X Dilantik, Muncul Maklumat tentang Raja Yogya

Hanya Sultan dan para menantu laki-lakinya yang hadir. "Kami memang masih menjauh dari beliau (Sultan HB X)," ujar adik Sultan HB X, Gusti Bendara Pangeran Hario Yudhaningrat ditemui Tempo di sela memimpin prosesi Gerebeg Maulud di Alun Alun Utara 1 Desember 2017.

Yudha menuturkan, ia dan pangeran lain putra-putri HB IX masih menjauh karena menurutnya Sultan HB X belum terbuka hatinya pasca mengeluarkan Sabda Raja tahun 2015 silam. Sabda Raja HB X itu dinilai Yudha dan pangeran lain telah mengingkari paugeran atau tata adat Keraton.

Advertising
Advertising

Salah satu isi Sabda Raja yang diprotes para saudara Sultan tak lain penggantian gelar nama dari Hamengku Buwono menjadi Hamengku Bawono. "Sultan di dalam keraton kan masih pakai nama Bawono, ini siapa, Bawono itu bukan raja kami, jadi kami masih menjauh," ujar Yudha. Yudha menambahkan, melalui peringatan Maulud Nabi ini sebenarnya para pangeran lain masih menunggu perubahan sikap Sultan HB X untuk mau kembali menegakkan paugeran keraton.

Dalam hal ini nilai-nilai adat yang dijunjung tinggi di masa Hamengku Buwono I hingga Hamengku Buwono X awal berkuasa. "Semoga Ngarsa Dalem (Sultan) tidak lagi memakai prinsip 'pokoke' (pokoknya) dan mau kembali ke paugeran keraton yang sudah dijalankan sejak masa HB I," ujar Yudhaningrat.

Baca juga: Sultan HB X Kembali Tegaskan Kans Perempuan Jadi Gubernur DIY

Yudha pun menuturkan, pihaknya dan pangeran lain masih belum setuju dengan berbagai isi Sabda Raja yang dinilai mengubah paugeran keraton. Selain perubahan gelar nama, dalam Sabda Raja itu para pangeran juga menyoroti soal pemberian gelar nama putri sulung Sultan HB X dengan nama gelar lazimnya untuk kelamin laki laki.

Yakni dari Gusti Kanjeng Ratu Pembayun menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi. Pemberian gelar nama laki laki untuk putri sulung Sultan ini lalu disinyalir para pangeran sebagai jalan Sultan HB X kelak akan mengangkat seorang raja perempuan sebagai penggantinya karena Sultan HB X tak memiliki anak laki laki.

Berita terkait

Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek Gelar Syawalan, Hadirkan Budaya Yogyakarta

1 hari lalu

Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek Gelar Syawalan, Hadirkan Budaya Yogyakarta

Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek menggelar syawalan, hadirkan Budaya Yogyakarta antara lain sendratari dan prajurit keraton Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Aeropolis Dekat Bandara YIA, Sultan Hamengku Buwono X Minta agar Tak Ada Kawasan Kumuh

13 hari lalu

Aeropolis Dekat Bandara YIA, Sultan Hamengku Buwono X Minta agar Tak Ada Kawasan Kumuh

Sultan Hamengku Buwono X meminta agar Kulon Progo memilah investor agar tidak menimbulkan masalah baru seperti kawasan kumuh.

Baca Selengkapnya

Sultan Hamengku Buwono X Gelar Open House setelah Absen 4 Kali Lebaran, Ada Jamuan Tradisional

21 hari lalu

Sultan Hamengku Buwono X Gelar Open House setelah Absen 4 Kali Lebaran, Ada Jamuan Tradisional

Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam X absen gelar open house selama empat tahun karena pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

22 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?

Baca Selengkapnya

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

24 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.

Baca Selengkapnya

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

33 hari lalu

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.

Baca Selengkapnya

Sultan Hamengku Buwono X Heran Kasus Antraks di Sleman dan Gunungkidul Muncul Kembali, Karena Tradisi Ini?

47 hari lalu

Sultan Hamengku Buwono X Heran Kasus Antraks di Sleman dan Gunungkidul Muncul Kembali, Karena Tradisi Ini?

Sultan Hamengku Buwono X mengaku heran karena kembali muncul kasus antraks di Sleman dan Gunungkidul Yogyakarta. Diduga karena ini.

Baca Selengkapnya

60 Event Meriahkan Hari Jadi DI Yogyakarta sampai April, Ada Gelaran Wayang dan Bazar

53 hari lalu

60 Event Meriahkan Hari Jadi DI Yogyakarta sampai April, Ada Gelaran Wayang dan Bazar

Penetapan Hari Jadi DI Yogyakarta merujuk rangkaian histori berdirinya Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat

Baca Selengkapnya

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

53 hari lalu

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

54 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya