Bahas Setya Novanto, Anggota MKD DPR Berdebat Lama
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Juli Hantoro
Kamis, 16 November 2017 19:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (MKD DPR) Adies Kadir mengatakan ada perdebatan dalam rapat internal saat membahas ihwal Ketua DPR Setya Novanto. Adies mengatakan rapat yang berlangsung selama dua jam itu memang cukup lama membahas Setya.
"Terjadi perdebatan yang cukup dinamis, dan paling lama pembahasannya terkait Ketua DPR," kata Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 16 November 2017.
Kendati begitu, Adies menampik ada desakan dari fraksi-fraksi untuk segera memberhentikan Setya Novanto. "Untuk mendesak enggak ada, tetapi ada pembicaraan itu," kata Adies.
Baca juga: Aburizal Bakrie Minta Setya Novanto Menyerahkan Diri ke KPK
Adies mengatakan mahkamah etik belum mengambil keputusan atas Ketua DPR Setya Novanto. Dalam rapat internal yang digelar MKD sore tadi, mahkamah memutuskan menunggu kelanjutan kasus hukum Setya.
"Karena kasus tersebut masih ditangani oleh aparat penegak hukum, jadi sesuai dengan UU MD3 dan tata beracara di MKD, kami menunggu penanganan kasus dari aparat hukum tersebut," kata Adies.
Adies berujar, sidang etik atas Setya akan dilakukan setelah proses hukum Setya berjalan. Proses ini berbeda dari yang sebelumnya diberlakukan terhadap Fanny Syafriansyah alias Ivan Haz. Politikus DPR dari Partai Persatuan Pembangunan ini diberhentikan oleh MKD sebelum kasus penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga yang dia lakukan ditangani kepolisian.
"Jadi itu kan waktu itu belum diproses hukum, didahului oleh laporan kepada MKD. Kalau ini hukumnya dulu," kata Adies.
Baca juga: Pemerintah Tak Campuri Urusan Hukum Setya Novanto dan KPK
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar ini menambahkan, mahkamah etik Dewan saat ini masih mengedepankan asas praduga tak bersalah ihwal kasus yang menjerat Setya Novanto. Terlebih, kata Adies, Setya Novanto saat ini juga telah mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP yang ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Jadi agar tak tumpang-tindih kasus etika maka kami menunggu proses hukum selesai baru kami mengadili," ujar Adies.