Tito Sebut Ada Celah Hukum di Kasus 2 Pimpinan KPK
Reporter
Zara Amelia
Editor
Amirullah
Kamis, 9 November 2017 16:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menyebut ada kekosongan hukum dalam kasus yang menyeret dua pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang. Agus dan Saut dilaporkan oleh Setya Novanto atas dugaan tindak pidana pembuatan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang.
"Menurut saya ini menjadi sesuatu celah hukum, kekosongan hukum," kata Tito di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis, 9 November 2017.
Tito menjelaskan, kekosongan hukum itu terjadi ketika status Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP dinyatakan tidak sah di sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Pengabulan gugatan praperadilan itu kemudian dijadikan alasan oleh Setya Novanto untuk memperkarakan KPK.
Baca juga: Tito Karnavian: Dua Pimpinan KPK Belum Ditetapkan Tersangka
"Dia (Setya) jadi punya peluang untuk menggugat KPK secara hukum terkait penetapan status tersangka dia sebelumnya, yang dianggap melanggar hukum. Hak-hak dia dilanggar dengan, misalnya, pembuatan surat palsu hingga pencekalan ke luar negeri," ujar Tito.
Sebaliknya, menurut Tito, pihak KPK beranggapan penetapan status tersangka Setya Novanto telah dilakukan sesuai prosedur. "Maka itu saya lihat di sini ada kekosongan hukum," ujar Tito menegaskan.
Lebih lanjut dia mengatakan, pelaporan atas status tersangka yang tidak sah ini terbilang baru. Dia mengingatkan penyidik Polri untuk tidak gegabah dalam mengusut kasus yang menyeret dua pimpinan KPK ini. Penyidik diminta untuk benar-benar menggali keterangan dari para ahli hukum.
Baca juga: Kapolri Tegaskan Polri Tak Ikut Sebarkan SPDP 2 Pimpinan KPK
"Saya minta hati-hati betul, karena ini masalah hukum yang interpretasinya bisa berbeda-beda dari satu ahli ke ahli lainnya. Oleh karena itu, semuanya harus berimbang," kata Tito
Kuasa Hukum Setya Novanto Sandi Kurniawan sebelumnya melaporkan dua pimpinan KPK, Saut Sitomurang dan Agus Rahardjo atas dugaan tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat, dan menggunakan surat palsu serta menyalahgunakan wewenang. Atas pelaporan itu, penyidik Tindak Pidana Umum Bareskrim menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada Selasa, 7 November 2017.