TEMPO.CO, Jakarta - Duta Anti-perbudakan Migrant Care Melanie Subono menyesalkan sikap pemerintah Indonesia terhadap Satinah, tenaga kerja Indonesia yang akan menghadapi hukuman pancung di Arab Saudi. Sebab, pada masa-masa awal Satinah menghadapi proses hukum, tidak ada perwakilan yang mendampinginya, termasuk staf KBRI. "Dalam tiga tahun, Satinah lima kali disidang dan tidak ada satu pun staf KBRI yang membantu atau mendampingi," kata Melanie seperti ditulis dalam blog-nya.
Menurut Melanie, pemerintah Indonesia baru terlihat turun tangan pada 15 Oktober 2011. Itupun hanya dengan mengatakan akan mencoba mengupayakan pembebasan Satinah. Padahal, Satinah sudah hampir lima tahun mendekam di penjara.
Melani menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia baru menunjukkan perhatiannya setelah keluarga Satinah dan Migrant Care dua kali datang ke Kementerian Luar Negeri. Mereka menjelaskan banyak hal, terutama tentang kondisi Satinah, serta tidak adanya campur tangan KBRI di Arab Saudi.
Pada 21 Oktober 2011, keluarga Satinah dan Migrant Care juga mendatangi Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar. Saat itu Muhaimin mengabarkan Satinah sudah mendapat maaf dan hanya perlu membayar diyat atau denda.
Satinah dituduh membunuh Nurah Al Garib, majikan perempuannya, pada 2007 lalu. Ia mengatakan terpaksa membunuh karena tak terima dituduh mencuri uang sang majikan senilai 38 ribu riyal. Ia juga sering dianiaya dan diperlakukan tak senonoh oleh majikannya.
Baca Juga:
Pengadilan Arab Saudi memvonisnya dengan hukuman pancung. Jika ingin dimaafkan, buruh migran itu harus membayar diyat 7 juta riyal atau setara Rp 21 miliar.
NUR ALFIYAH