TEMPO.CO, Malang- Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur, Ony Mahardika mengungkapkan sebanyak 38 tambang minyak dan gas serta mineral merusak kawasan hutan lindung di Jawa Timur. Titik tambang tersebar di Banyuwangi, Jember, Tuban, Gresik, Bojonegoro dan kawasan lain yang kaya bahan tambang.
"Akibatnya, hutan lindung rusak. Menyumbang perubahan iklim," kata Ony dalam sosialiasi penurunan emisi gas rumah kaca di Jawa Timur, Rabu 15 Mei 2013.
Alih fungsi lahan hutan menjadi pertambangan, katanya, terjadi secara cepat dan terus meluas. Meski perusahaan memiliki perizinan dan memberikan lahan tukar guling tak akan menyelesaikan persoalan kerusakan lingkungan. Hutan lindung, kata dia, tak bisa digantikan lahan terbuka seperti pertanian untuk dihutankan.
Ia mencontohkan tambang emas di Gunung Tumpang Pitu Bayuwangi, yang merusak 1.250 hektare lahan lindung. Investor menjanjikan lahan penggantinya di Jember, Bondowoso dan Situbondo. Namun, kini Walhi Jawa Timur bersama warga setempat menyatakan menolak alih fungsi lahan yang bakal mengancam keanakaragaman hayati dan ekologi kawasan hutan.
Kerusakan juga terjadi di kawasan taman hutan raya di Prigen Jawa Timur. Lahan seluas 3,3 hektare bakal diubah menjadi kawasan wisata dan perhotelan. Perusahaan pengembang, katanya, telah mengaantongi perizinan dari Kementerian Kehutanan dan Gubernur Jawa Timur. "Meski memiliki izin resmi, jelas alih fungsi tak dibenarkan," katanya.
Lantaran fungsi lahan serapan hilang, sehingga mengancam banjir bandang di Kota Pasuruan. Selain itu, juga terjadi perubahan alih fungsi lahan seluas tiga ribu hektare hutan lindung menjadi kawasan penambagan semen. Sedangkan lahan pengganti dialokasikan di kawasan Blitar. Efek perubahan fungsi hutan, katanya, menyebabkan dampak suhu semakin panas dan cuaca semakin tak menentu.
Hendro Sangkoyo peneliti dari School of Democratic Economics menilai tambang di hutan lindung akan menjadi bencana. Dampaknya, karbon dioksida di atmosfer terus meningkat mencapai 400 ppm. Pada tahun 1960 tingkat karbon dioksida naik sekitar 0,7 ppm per tahun. Saat ini, naik 2,1 ppm akibat meningkatnya karbon diaksoda.
Meningkatnya, karbon dioksida di atmosfer bumi telah menjadikan kutub utara mencair dan meningkatnya permukaan air laut 40 meter lebih tinggi. Sehingga mengakibatkan kenaikan suhu yang dapat menyebabkan pemanasan global, dan gagal panen. Kenaikan suhu juga berakibat terhadap pola cuaca yang bakal mengakibatkan bencana. Ia menilai pola
EKO WIDIANTO
PKS Vs KPK| E-KTP |Vitalia Sesha |Ahmad Fathanah |Perbudakan Buruh
Berita Lainnya: