Polisi, Jaksa, dan Hakim Dinilai Kehilangan Nurani
Reporter
Editor
Selasa, 7 Februari 2012 18:45 WIB
Aktivis gabungan dari Arus Pelangi, Public Interest Lawyer Network, Indonesia Corrution Watch, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Perkumpulan HuMa, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Indonesia Legal Roundtable, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat melakukan aksi teatrikal untuk mengkritik kasus penyuapan hakim di depan gedung Komisi Yudisial (KY), Jakarta, Senin (13/6). Aksi tersebut mengkritisi sistem peradilan di Indonesia yang hancur karena, pengacara, hakim, politisi, jaksa, polisi banyak yang terlibat kasus korupsi. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pengamat dan pakar hukum yang tergabung dalam Kelompok Lintas Hukum untuk Perubahan menilai para penegak hukum, yakni polisi, jaksa, dan hakim sudah kehilangan hati nurani. Hal ini tampak dari penanganan sejumlah kasus yang sebenarnya tak perlu diproses hingga pengadilan.
"Saya sudah tidak percaya lagi dengan penegak hukum di negara ini, kenapa hakim tidak ada hati nurani," kata Mantan Ketua Hakim Mahkamah Agung, Bismar Siregar dalam acara Pernyataan Keprihatinan Kelompok Lintas Hukum untuk Perubahan, kemarin.
Hal serupa dinyatakan mantan Jaksa Agung Muda Penyidik Kejaksaan Agung, Chairul Imam yang menilai semua aparat penegak hukum, terutama jaksa, mengalami penurunan kualitas.
Kini para penegak menganggap tujuan akhir dari proses hukum adalah menghukum orang atau tersangka. Padahal, tujuan proses hukum adalah terciptanya rasa peradilan, sehingga tidak hanya berpatok pada delik perkara.
Sejumlah kasus kontroversial mencuat beberapa waktu lalu. Pada awal Januari, masyarakat dikejutkan persidangan pencurian sandal jepit. AAL, siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Palu, Sulawesi Tengah, disidang karena dituduh mencuri sandal jepit yang diklaim milik anggota kepolisian di sana.
November 2009, Pengadilan Negeri Purwokerto memvonis nenek Minah dengan pidana penjara satu setengah bulan dan masa percobaan tiga bulan. Minah divonis karena mencuri tiga buah kakao dari kebun milik perusahaan di Darmakradena, Banyumas, Jawa Tengah.
Terakhir, kasus Rasmiah, 54 tahun, seorang pembantu rumah tangga yang dituduh majikannya mencuri enam piring. Pengadilan Negeri Tangerang pada 2010 memvonis Rasmiah bebas. Tapi jaksa mengajukan permohonan kasasi dan MA memutus Rasmiah bersalah dengan vonis 4 bulan 10 hari.