TEMPO.CO, Jakarta - Mantan anggota Komisi X DPR Angelina Sondakh membeberkan adanya budaya bagi-bagi duit terkait dengan proyek di DPR. Mantan Putri Indonesia itu mengatakan bagi-bagi jatah dilakukan setiap kali DPR berhasil menyepakati anggaran tertentu.
"Jadi, misalkan tambahan anggaran untuk APBNP Rp 2 triliun, nanti dibagi proporsional sesuai kursi partai di DPR," kata perempuan yang akrab disapa Angie ini di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 30 Agustus 2017.
Baca juga: Sandiaga Uno dan Angelina Sondakh Bersaksi di Kasus Alkes Udayana
Angelina dihadirkan dalam sidang korupsi Wisma Atlet dan Rumah Sakit Universitas Udayana sebagai saksi untuk terdakwa Dudung Purwadi, mantan Direktur Utama PT DGI.
Angelina menjelaskan, saat ia masih duduk di kursi DPR, pembagian jatah fee tergantung dengan presentase kursi partai. "Kalau dulu zaman saya (kursi Demokrat) 20 persen, jadi partai dapat jatah 20 persen. Kalau PDIP 18 persen dari pagu anggarannya," kata dia.
Menurut Angie, jumlah jatah keseluruhan juga ditentukan bersama. Misal jika nilai proyek yang disetujui adalah Rp 1 triliun, harus ada kesepakatan berapa yang digunakan pemerintah dan berapa untuk DPR. "Kalau disepakati komisi dan pemerintah dibagi setengah-setengah, berarti DPR mendapat Rp 500 juta, itu dibagi ke partai-partai," katanya.
Terkait dengan proyek yang digarap PT DGI, Angelina mengakui Muhammad Nazaruddin-yang saat itu menjabat sebagai bendahara Partai Demokrat-pernah memberikan tugas padanya untuk mengurus lobi anggaran soal rumah sakit pendidikan. Namun, kata dia, Nazaruddin tidak memberitahu soal rinciannya. "Kalau Wisma Atlet yang ditugaskan orang lain," kata dia.
Simak pula: PT DGI Dituding Terima Komitmen Fee, Sandiaga Uno: Naudzubillah
Angelina mengatakan ia terpaksa mengerjakan permintaan Nazar karena takut digeser dari Komisi X. Sebab, kata dia, Nazaruddin memiliki pengaruh yang besar di internal DPR. "Saya saat itu wakil sekjen nanti tidak dikasih jabatan," ujar dia.
Pada sidang sebelumnya, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina menyebut bahwa Nazaruddin telah menyetor sejumlah uang ke anggota Badan Anggaran dan Komisi X DPR. Setoran itu bertujuan agar anggota DPR menyepakati anggaran proyek Rumah Sakit Universitas Udayana 2009-2010.
"Waktu itu dia (Nazaruddin) sampaikan, bilang gini, 'Ros, saya sudah setor ke semua anggota banggar termasuk semua komisi sepuluh'," kata Rosa di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 9 Agustus 2017.
Rosa menyebutkan uang yang disetor Nazaruddin untuk memuluskan anggaran alkes Udayana di DPR itu sebesar 7 persen dari nilai proyek atau sekitar Rp 40 miliar. Menurut Rosa, Nazarudin mengatakan jika ingin anggaran disepakati memang harus membayar sebesar 7 persen.
Setelah membayar 7 persen ke DPR, Nazaruddin meminta agar PT Duta Graha Indah diakomodir sebagai pemenang tender proyek. Sebelum itu, sudah ada pembahasan dengan petinggi PT DGI mengenai ijon proyek ini.
Pada perkara ini KPK telah menetapkan Dudung Purwadi sebagai tersangka. Dudung diduga memperkaya PT DGI sebesar Rp 6,780 miliar pada tahun 2009 dan sebesar Rp 17,9 miliar untuk tahun 2010. Selain itu, Dudung juga didakwa telah memperkaya Nazaruddin dan korporasi yang dikendalikannya, yakni PT Anak Negeri, PT Anugrah Nusantara dan Group Permai sejumlah Rp 10,2 miliar.
MAYA AYU PUSPITASARI