TEMPO.CO, Jakarta - Budayawan Betawi, Ridwan Saidi, menilai kasus hukum yang menjerat Hary Tanoesoedibjo hanya akan menjadi perdebatan soal bahasa. Ia mengatakan, dari aspek hukum, persoalan dugaan ancaman tidak terlalu esensi dibawa ke pengadilan.
"Sayang, kasus itu masuk ke pengadilan," katanya dalam acara silaturahmi pakar hukum pidana di Jakarta, Selasa, 27 Juni 2017, mengomentari kasus yang menjerat Hary Tanoesoedibjo. Secara umum, menurut dia, berbagai persoalan hukum yang tengah menjadi sorotan publik dan media tak menyangkut masalah krusial, bahkan cenderung berbau politik.
Baca juga:
Diperiksa Terkait SMS 'Kaleng', Hary Tanoe: Ini Bukan Ancaman
Ahli Bahasa: Kalimat SMS Hary Tanoe Bisa Diartikan Ancaman
Selain itu, Ridwan menyayangkan penyebutan nama Amien Rais dalam sidang kasus korupsi, yang melibatkan mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Menurut dia, aparat tak patut menyebut nama seseorang yang belum tentu terlibat. "Mereka punya kehormatan," ujarnya.
Senada dengan hal tersebut, pakar hukum pidana Andi Hamzah menambahkan, secara teknis penyidik tidak diperkenankan menyebut nama seseorang bila belum terbukti. Kecenderungan seperti itu, menurut dia, akhir-akhir ini marak terjadi dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Baca pula:
Menyebut Hary Tanoe Tersangka, Jaksa Agung Dilaporkan ke Polisi
Kriminolog Anggap Pesan Hary Tanoe ke Penyidik Kejaksaan Tak Etis
Sebelumnya, Jaksa Agung sempat menyatakan Chief Executive Officer MNC Group Hary Tanoesoedibjo sebagai tersangka dalam dugaan kasus ancaman terhadap penyidik jaksa agung muda pidana khusus, Yulianto. Padahal di sisi lain kepolisian belum menetapkan Hary Tanoe sebagai tersangka.
Tak beberapa lama, polisi kemudian mengumumkan Hary Tanoesoedibjo sebagai tersangka. Ketua Umum Partai Perindo itu diduga melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) mengenai ancaman melalui media elektronik.
ADITYA BUDIMAN