TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, menilai ada pergeseran target dari Panitia Khusus Hak Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi jika memanggil paksa Miryam S. Haryani. Jika DPR memaksa, kata Petrus, ini semakin memperuncing perbedaan target dan kepentingan antara tugas Pansus Hak Angket dan tugas penyidikan dan penuntutan oleh KPK.
“Ini sudah menunjukan bahwa DPR sedang menjadikan Pansus Hak Angket DPR sebagai lembaga peradilan tandingan,” kata Petrus melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat 16 Juni 2017.
Baca juga: Pansus Hak Angket DPR, KPK Sepakat Kajian Pakar Hukum
Menurut dia, pemanggilan Miryam S Haryani oleh Pansus Hak Angket KPK hanya untuk menutupi dugaan korupsi yang dilakukan anggota DPR dalam pembahasan anggaran pada setiap proyek besar.
Sebelumnya, Wakil Ketua Panitia Angket KPK Risa Mariska menyatakan akan memanggil paksa Miryam S Haryani jika KPK tidak memberikan izin. Pansus Angket, kata Risa, sudah mengirimkan surat permohonan ke KPK untuk menghadirkan Miryam S Haryani dalam rapat Pansus Hak Angket KPK pada Senin, 19 Juni 2017, pekan depan. Jika, Miryam tidak hadir setelah tiga kali pemanggilan, kata Risa, Pansus akan meminta Kepala Kepolisian RI untuk memanggil paksa.
Hak Angket KPK ini awalnya digunakan oleh DPR untuk memaksa KPK membuka rekaman penyidikan Miryam S Haryani, politikus Hanura yang menjadi saksi dugaan korupsi e-KTP. Miryam mencabut seluruh berita pemeriksaannya dan mengaku ditekan oleh penyidik. Saat dikonfrontir, Novel Baswedan selaku penyidik senior KPK mengatakan bahwa saat pemeriksaan Miryam mengaku diancam oleh 6 koleganya di DPR.
Simak pula: DPR Akan Panggil Miryam Soal Hak Angket, KPK: Tidak Boleh
Petrus menilai DPR seharusnya membuka diri dan membudayakan kontrol publik atas perilaku anggotanya yang terjerat kasus korupsi. Jika DPR menganggap penjelasan pimpinan KPK dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR bahwa intimidasi itu tidak benar, maka DPR cukup melaporkan Miryam ke kepolisian untuk dilakukan proses hukum karena bersaksi dusta.
Petrus menuding Hak Angket KPK hanya untuk membentuk lembaga peradilan tandingan untuk menguji kebenaran kesaksian Miryam. “Padahal kewenangan untuk menguji kebenaran keterangan seseorang saksi dalam suatu perkara, hanya boleh dilakukan di bawah sumpah oleh Majelis Hakim dalam suatu persidangan yang terbuka untuk umum diawali dengan proses penyidikan,” ujar dia. Ia pun menyarankan agar DPR mengikuti proses hukum yang sedang berlangsung.
Ia pun menilai Pansus Hak Angket KPK berada dalam konflik kepentingan. Sebabnya, di satu sisi DPR berkewajiban mendorong KPK untuk mengungkap tuntas kasus dugaan korupsi e-KTP. Namun, menurut dia, Hak Angket KPK ini bertujuan untuk membuka hasil penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP. “Yang secara etika dan hukum hanya boleh dibuka dalam proses hukum di KPK dan Pengadilan Tipikor,” ujar dia.
Lihat juga: 3 Kekeliruan Pansus Hak Angket KPK Versi Mahfud MD dan Pakar Lain
ARKHELAUS W.