TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengatakan lembaganya tak bakal mengizinkan Miryam S. Haryani untuk memberikan keterangan di luar pengadilan. Terlebih, jika yang diminta menyangkut substansi yang sedang diproses di KPK. DPR sebelumnya menyatakan akan memanggil Miryam untuk diminta penjelasan.
"KPK beranggapan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, KPK tidak akan memperbolehkan tersangka KPK untuk memberikan keterangan di luar proses peradilan," kata Syarif melalui pesan singkat, Kamis, 15 Juni 2017.
Panitia hak angket KPK berencana memanggil Miryam pada Senin pekan depan. Pemanggilan ini untuk mencari tahu siapakah yang benar antara Miryam dan penyidik KPK tentang ancaman dan tekanan dari anggota dewan.
Baca: DPR Panggil Miryam S. Hariyani, Ketua KPK: Tunggu Saja di Sidang
Rencana pemeriksaan Miryam ini merupakan bagian dari angket yang digulirkan DPR kepada KPK. Angket ini awalnya digunakan oleh DPR untuk memaksa KPK membuka rekaman penyidikan Miryam, politikus Hanura yang menjadi saksi dugaan korupsi e-KTP.
Saat persidangan, Miryam S. Haryani mencabut seluruh berita pemeriksaannya dan mengaku ditekan penyidik. Namun saat dikonfrontir, penyidik KPK mengatakan bahwa saat pemeriksaan Miryam mengaku diancam koleganya di DPR. KPK pun menetapkan Miryam sebagai tersangka pemberi keterangan palsu.
Saat ini, KPK sudah meminta pendapat sejumlah pakar untuk menentukan sikap menghadapi serangan hak angket DPR. Namun belum ada kesimpulan final mengenai sikap KPK.
Baca: Rapat Pansus Hak Angket KPK, Agun Bacakan Surat Miryam S Haryani
Meski begitu, Syarif mengatakan pada dasarnya KPK sepakat dengan pendapat para ahli. "KPK telah memutuskan bahwa ada hal-hal yang mendasari KPK dalam menentukan sikap," katanya.
Hal-hal yang mendasari pertimbangan KPK adalah pertama, aturan perundang-undangan. Kedua, proses pembentukan angket. Ketiga, materi angket yang dimintakan ke KPK. "Terakhir kenyataan obyektif yang melingkupi pembentukan panitia angket yang terjadi sekarang," kata Syarif.
Sebanyak 132 pakar hukum tata negara mengeluarkan kajian terkait pembentukan panitia khusus hak angket terhadap KPK. Pembentukan tersebut mereka nilai cacat hukum.
MAYA AYU PUSPITASARI