TEMPO.CO, Jakarta - Inisiator hak angket Dewan Perwakilan Rakyat untuk Komisi Pemberantasan Korupsi, Masinton Pasaribu, menegaskan hak angket ini bukan intervensi terhadap penanganan kasus yang sedang ditangani KPK. Menurut dia, hak angket diajukan untuk menyelidiki kinerja keorganisasian KPK sebagai pelaksana undang-undang dan penggunaan anggaran.
"KPK kerja saja, jangan cengeng, jangan kaitkan hak angket ini dengan kasus yang sedang ditangani," kata Masinton dalam diskusi Meriam DPR untuk KPK di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 6 Mei 2017.
Baca: Tolak Hak Angket KPK, Demokrat Tak Kirim Perwakilannya ke Pansus
Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, KPK tidak perlu takut dan tetap bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Masinton menjelaskan hak angket ini tidak masuk ke ranah yudisial.
Selama ini, kata dia, yang berkembang di masyarakat seolah-olah DPR hendak menyelidiki perkara yang sedang diselesaikan KPK. Padahal, DPR hanya melaksanakan tugasnya sebagai lembaga pengawas. "Kami tidak masuk ke sana (hukum), tidak masuk ke ranah perkara," tuturnya.
Ia menuturkan KPK bukanlah lembaga yang kinerjanya sempurna. Komisi antirasuh ini juga memiliki banyak permasalahan seperti dugaan pelanggaran anggaran sesuai laporan Badan Pemeriksa Keuangan 2015, kerap bocornya dokumen rahasia, hingga konflik internal antara pimpinan dan penyidik. "KPK banyak boroknya juga," katanya.
Simak: Hak Angket ke KPK, Partai Pengusung Cari Celah biar Lolos
Sedangkan Wakil Ketua Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan pihaknya setuju KPK dikoreksi, tapi dalam kasus ini mereka menolak hak angket.
Alasannya, hak angket ini muncul akibat dugaan ancaman yang dilakukan enam anggota komisi hukum kepada Miryam S. Haryani agar memberikan keterangan palsu dalam perkara korupsi E-KTP.
Baca pula: TPDI Mencium Upaya Mengaburkan Pengusutan Kasus Makar, Sebabnya...
Menurut Roy, kasus E-KTP ini besar, sebabnya lebih baik selesaikan dulu dugaan korupsinya baru beranjak ke masalah dugaan penekanan terhadap Miryam. "Jangan kasus yang kecil ditarik-tarik ke atas," ujarnya.
Adapun peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz, berpendapat hak angket DPR sejak awal sudah salah alamat. Pasalnya hak angket harusnya ditujukan kepada eksekutif, yaitu pemerintah. "KPK bukan bagian kekuasaan eksekutif," tuturnya.
AHMAD FAIZ