TEMPO.CO, Banjarmasin - Masyarakat keturunan Dayak Meratus yang tinggal di sepanjang lereng Pegunungan Meratus, berencana berunjuk rasa ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Selasa, 25 April 2017. Koordinator aksi demontrasi, Miso, mengatakan masyarakat Dayak Meratus mendesak Pemerintah Daerah dan DPRD Tanah Bumbu serius membela hak-hak ulayat masyarakat adat dayak.
Menurut Miso, rencana aksi ini sekaligus merespons celoteh Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan Hanif Faisol Nurofiq yang sempat menyatakan tidak bakal ada hutan adat di Kalimantan Selatan.
Baca: Land Reform,Tahun Ini Pemerintah Bagikan Tanah Besar-besaran
Miso menuturkan, rencana unjuk rasa diikuti sekitar 500 warga Dayak Meratus yang tinggal di Kabupaten Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Banjar, Tanah Bumbu, dan Kotabaru. Menurut dia, Dayak Meratus yang hidup di kabupaten tetangga merasa terpanggil atas upaya kriminalisasi aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Tanah Bumbu dan penghapusan peta hutan adat di Kalimantan Selatan.
“Warga Dayak Meratus akan tunjukkan bahwa di sini (Kalimantan Selatan) ada tanah ulayat. Dayak Meratus itu sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Kami prihatin dengan perkataan Kepala Dinas Kehutanan,” ujar Miso ketika dikonfirmasi Tempo, Senin 24 April 2017.
Tempo sempat menulis pernyataan Hanif Faisol Nurofiq ihwal hutan adat pada Sabtu 25 Maret lalu. Hanif menyatakan kesulitan menetapkan hutan adat atau tanah ulayat karena terbentur kebiasaan masyarakat adat di Kalimantan Selatan. Syarat utama penetapan hutan adat adalah tanah harus milik komunal masyarakat adat, bukan kepemilikan pribadi walaupun sudah bermukim turun-temurun seperti di wilayahnya.
Simak: Warga Mahakam Ulu Tolak Tapal Batas Digeser untuk Perusahaan
Selain itu, kata Miso, aksi menyuarakan empat tuntutan. Pertama, Dayak Meratus mendesak Pengadilan Negeri Batulicin membebaskan aktivis AMAN Kabupaten Tanah Bumbu bernama Trisno Susilo dan Manasse Boekit dari jeratan pidana. Kedua, Miso mendesak pemerintah daerah menghentikan aksi perusahaan yang merampas tanah adat milik Dayak Meratus.
Tuntutan ketiga, kata Miso, Dayak Meratus mendesak kepolisian mengusut tuntas kelakuan perusahaan yang merampas tanah adat di sekitar lereng Pegunungan Meratus. Adapun tuntutan keempat, Miso mendesak pemerintah daerah dan DPRD memberikan pengakuan tanah adat Dayak Meratus lewat peraturan daerah. “
Wilayah bentang Pegunungan Meratus ini membelah sejumlah kabupaten di Kalimantan Selatan, seperti Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Tanah Bumbu, dan Kotabaru. “Bahkan ada suku lain ikut aksi, seperti suku Bugis yang menuntut pembebasan aktivis AMAN. Sampai sekarang yang sudah konfirmasi ada 500 orang, mereka rela datang dari Balangan dan Tabalong,” kata pria yang juga tetua Dayak Meratus di Komunitas Adat Tuyan itu.
Lihat: Jalan Kaki 100 Km, Suku Sakai Demo Tuntut Hak Tanah Ulayat
Anggota DPRD Tanah Bumbu, M. Syarifuddin belum mau banyak berkomentar perihal rencana demontrasi besar-besaran itu. Menurut dia, Dewan perlu berdialog soal dugaan penyerobotan izin itu. “Kami ingin tahu dulu bagaimana status haknya, baru setelah itu DPRD mengambil langkah,” kata dia.
Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming sebelumnya mengatakan persoalan ini seharunya diselesaikan di Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan. Ia belum pernah menerima Surat Keputusan penetapan tanah adat di Kabupaten Tanah Bumbu. "Sekarang, yang mengeluarkan tanah adat Kementerian Kehutanan, dan yang diributkan juga produk kehutanan. Mestinya tanah adat dikeluarkan dari kawasan hutan dong,” ucapnya.
DIANANTA P. SUMEDI