TEMPO.CO, Batu - Berjalan tertatih, Muadi, 67 tahun, seorang tuna netral asal Desa Sidomulyo, Kota Batu keluar dari rumah. Dibantu Siti Muawanah Mariyam, dia bersemangat berjalan menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menyalurkan hak pilihnya dalam Pemilihan Wali Kota Batu, Jawa Timur, Rabu 15 Februari 2017. Siti merupakan relawan demokrasi yang dibentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batu untuk sosialisasi dan membantu para penyandang difabel.
Siti bersama sekitar 250 relawan lainnya bekerja sejak Desember tahun lalu. Sebelum masa pemungutan suara, Siti melakukan sosialisasi bertemu dengan anggota Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Kota Batu. Siti menerangkan tata cara penggunaan kertas suara berhuruf Braille, khusus tuna netra.
“Sayang surat suara terbatas, tak bisa untuk simulasi,” kata Siti. Apalagi, sejumlah tuna netra ternyata tak bisa membaca huruf braille. Seperti Muadi, dia tak bisa membaca huruf braille sehingga tak bisa mencoblos sendiri di bilik suara. Siti terpaksa membantu Muadi saat berada di bilik suara untuk mencoblos pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang akan dipilih.
Siti membimbing masuk ke TPS yang menggunakan rumah warga. Jalannya berundak menghambat tuna netra jika berjalan sendiri. “Tak bisa menyalahkan, memang kondisinya seperti ini. Itu jadi hambatan,” kata Siti.
Lantas, Siti membimbing Muadi yang memegang surat suara braille menuju bilik suara. Dengan sabar Siti mendampingi dan menuntunnya mengenal para calon Wali Kota Batu. Setiap pasangan yang ada di surat suara dibisikkan ke telinga Muadi. Setelah mantap, Muadi langsung mencoblos pasangan yang menjadi pilihannya.
“Lega, bisa mencoblos,” katanya. Padahal, sebelumnya Muadi menolak mencoblos dan tak peduli dengan Pilkada. Setelah Siti melakukan pendekatan, Muadi mulai terbuka dan segera bergegas untuk mencoblos.