TEMPO.CO, Jakarta - Tim Evaluasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menemukan banyak hal menarik saat mengevaluasi pendidikan kedokteran di sejumlah kampus. Salah satunya, ada dosen yang diduga fiktif meskipun tercantum dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi.
"Kami sempat mempertanyakan soal dosen fiktif itu," kata anggota tim yang juga Ketua Konsil Kedokteran Profesor Herkutanto akhir November lalu. Evaluasi itu diadakan pada 24 Agustus 2015 di pendidikan kedokteran Universitas Abulyatama, Banda Aceh.
Baca: Lobi Politik dan Izin Fakultas Kedokteran Baru
Seorang anggota tim evaluasi mengatakan nama dosen yang diduga fiktif adalah Tengku Farita. Menurut dia, saat pertemuan dengan rektor, dosen, dan mahasiswa, tidak ada yang mengenal Tengku Farita. "Ini jelas dosen fiktif," katanya.
Dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, Tengku Farita tercatat menyelesaikan strata satu atau S1 di Universitas Sumatera Utara pada 1986. Tempo mendatangi Universitas Sumatera Utara memastikan benar tidaknya Tengku Farita mendapat gelar S1 di sana. Namun, hingga pertengahan Desember, Universitas Sumatera Utara belum berhasil menemukan catatan atau arsip mengenai Tengku Farita.
Baca juga:
Menurut sumber Tempo yang juga menjadi guru besar tersebut, tim evaluasi menduga pencantuman dosen fiktif merupakan salah satu cara kampus memenuhi ketentuan Konsil Kedokteran Indonesia. KKI mewajibkan rasio dosen dan mahasiswa di pendidikan kedokteran 1:10. Artinya, satu dosen mengajar maksimal 10 mahasiswa.
Rektor Universitas Abulyatama, R. Agung Efriyo Hadi, enggan berkomentar banyak soal temuan tim Kementerian Pendidikan Tinggi. “Ya, pada prinsipnya, mereka membimbing kami untuk ke arah yang lebih baik. Sudah ya, saya buru-buru mau ke bandara,” ujarnya pada Jumat akhir November.
Simak laporan lengkap investigasi di Majalah Tempo pekan ini.
TIM INVESTIGASI