TEMPO.CO, Yogyakarta - Adik-adik Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sultan Hamengku Buwono X telah merumuskan pernyataan sikap yang berisi tiga langkah yang harus dipilih Sultan untuk menyelesaikan polemik setelah keluarnya tiga sabda. Ada risiko bila Sultan tidak memilih salah satu dari langkah itu.
“Bisa ramai. Sultan akan berhadapan dengan masyarakat,” kata adik Sultan dari trah HB IX, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat, saat dihubungi Tempo, Selasa, 16 Juni 2015. Dia menjelaskan akibat keluarnya tiga sabda itu, masyarakat Yogyakarta terbelah menjadi pro dan kontra tiga sabda.
Ketiga sabda itu adalah Sabdatama pada 6 Maret 2015, Sabdaraja pada 30 April 2015, dan Dhawuhraja pada 5 Mei 2015. Apabila Sultan tidak bersikap dari ketiga pilihan yang diberikan adik-adiknya itu, maka rentan menimbulkan konflik yang sulit dikontrol. “Keraton bisa hancur,” kata Yudhaningrat.
Tiga pilihan sikap yang disusun adik-adik Sultan itu adalah: pertama, Sultan diminta kembali menegakkan paugeran dengan membatalkan sabda-sabda tersebut. Kedua, Sultan diminta untuk mandhita dengan meninggalkan urusan keduniawian sebagai Kyai Ageng. Langkah tersebut pernah dilakoni Sultan HB VII yang mandhita ke Pesanggrahan Ambarukmo.
Ketiga, apabila tidak bersedia kembali pada paugeran, maka Sultan diminta untuk membangun keraton sendiri lantaran keraton yang ada saat ini adalah warisan leluhur Hamengku Buwono.
Meski telah selesai disusun dengan meminta pertimbangan ahli hukum, pernyataan sikap tersebut belum disampaikan kepada Sultan. Yudhaningrat masih menunggu adik-adik Sultan yang berada di Jakarta untuk berkumpul di Yogyakarta.
Namun Yudhaningrat menyangsikan Sultan akan memperhatikan dan mempertimbangkan pernyataan sikap adik-adiknya. “Menurut insting saya, Sultan itu tetap mengguguk. Enggak peduli dan mengabaikannya,” kata Yudhaningrat.
PITO AGUSTIN RUDIANA