TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Pemilihan Umum, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mencurigai adanya unsur politik dari lambatnya proses pencairan anggaran pemilihan kepala daerah. Hingga saat ini, masih ada 60 daerah yang belum menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
"Saya belum terima laporannya, namun dari pengalaman selama ini ada kejadian-kejadian di daerah seperti itu," kata Ferry di gedung Badan Pengawas Pemilu, Jumat, 22 Mei 2015.
Untuk itu, Ferry meminta pada Kementerian Dalam Negeri untuk memberi perhatian khusus pada daerah-daerah tersebut, terutama dua daerah yang belum menyepakati besaran anggaran pilkada, yakni Kabupaten Barru dan Pangkajene, Sulawesi Selatan. Selain itu ada Kabupaten Pesisir Barat di Lampung yang diduga terhambat masalah politik.
Menurut Ferry, pemerintah harus memeriksa kendala yang dihadapi masing-masing daerah. "Jangan sampai mereka belum tanda tangan karena ada hal-hal yang tidak kita ketahui, kita kan tak mau digiring ke hal-hal seperti itu," ujar dia.
Kemarin, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan ada kemungkinan kepala daerah yang belum menandatangani NPHD karena berkaitan dengan konflik partai politik. Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan terancam tak bisa ikut pilkada karena sengketa kepengurusan yang tak kunjung selesai.
Kementerian Dalam Negeri sendiri sudah tiga kali mengirimkan edaran yang berkaitan dengan anggaran pilkada. Namun, hingga saat ini, 60 daerah belum tanda tangan NPHD. Padahal, pada 24 Mei 2015, KPU daerah mulai mengumumkan syarat dukungan bakal calon kepala daerah dan membutuhkan dana operasional.
Anggota Komisi Pemerintahan, Arif Wibowo, meminta pemerintah tegas bersikap pada daerah-daerah yang lambat mencairkan anggaran pilkada. Ia meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan instruksi presiden agar daerah mempercepat pencairan anggaran berikut sanksinya.
TIKA PRIMANDARI