TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Golkar, Chairun Nisa, mengaku tak meminta jatah uang dengan membantu terdakwa kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi, Hambit Bintih. Menurut dia, bantuannya tanpa mengharapkan imbalan.
"Saya katakan kepada beliau (Hambit), saya kalau membantu ya membantu, tidak ada apa-apanya," ujarnya saat bersaksi untuk Hambit di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 23 Januari 2014. Nisa, sapaan Chairun Nisa, juga telah menjadi terdakwa dalam kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (kini nonaktif).
Meski demikian, Nisa mengaku Hambit memberikan sesuatu yang dibungkus koran. Bungkusan itu diberikan saat mereka bertemu di Bandara Palangkaraya pada 2 Oktober 2013. "Hambit katakan, 'Ibu kan mau berangkat haji. Ini untuk ibu yang mau berangkat haji'," ujarnya.
Nisa mengaku tak tahu apa isi bungkusan tersebut. Hal ini dinilai ganjil oleh jaksa Pulung Rinandoro. "Kalau hanya bungkusan koran, ngapain Ibu bawa? Ibu tidak tanya isinya?" tanya Pulung.
Menurut Nisa, dirinya sempat menanyakan isi bungkusan itu, tapi Hambit tak menjelaskan bungkusan itu berisi uang. "Kata Pak Hambit, 'Sudah bawa saja'," ujarnya. Lantaran mesti segera naik pesawat, Nisa membawa bungkusan tersebut.
Selain memberikan bungkusan, kata Nisa, Hambit juga menyampaikan kesiapan uang Rp 3 miliar untuk Akil Mochtar. Dana itu dipegang oleh Komisaris PT Berkala Maju Bersama Cornelis Nalau Antun, yang merupakan saudaranya. Hambit meminta agar Nisa menemani Cornelis untuk memberikan duit itu kepada Akil. Setibanya di Jakarta, Nisa bertemu dengan Cornelis. Cornelis kemudian mengajaknya ke rumah Akil. Diantar oleh Maliki, suami Nisa, mereka pergi bersama.
Tak lama setelah tiba di rumah dinas Akil di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, mereka dicokok oleh penyidik KPK. KPK menemukan duit Sin$ 294 ribu, US$ 22 ribu, dan Rp 766 ribu atau sekitar Rp 3 miliar di balik pakaian Cornelis. Penyidik juga menemukan duit Rp 75 juta di mobil Nisa yang dibungkus dengan koran.
Chairun Nisa merupakan anggota Komisi Pemerintahan Dalam Negeri dari Fraksi Golkar. Ia didakwa menjadi perantara suap sebesar Sin$ 294 ribu, US$ 22 ribu, dan Rp 766 ribu atau sekitar Rp 3 miliar serta Rp 75 juta dari Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha Komisaris PT Berkala Maju Bersama Cornelis Nalau Antun untuk Akil. Suap tersebut dimaksudkan agar MK menolak permohonan gugatan Pilkada Gunung Mas 2013-2018.
NUR ALFIYAH
Berita Terpopuler
Buron BLBI Adrian Kiki Tiba di Kejaksaan Agung
Di Mata Najwa, Mega Mengaku Suka Bersiul My Way
Apa Kata Megawati Soal Hubungannya dengan SBY?
Benarkah Tenda SBY di Sinabung Rp 15 Miliar?