TEMPO Interaktif, Tangerang - Dihilangkannya paspor milik Kikim Komalasari oleh keluarga pelaku membuat upaya pemulangan jenazah tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Desa Mekarwangi, Haurwangi, Cianjur Jawa Barat, itu terhambat. Jasad Kikim baru bisa dipulangkan setelah 10 bulan kematiannya.
Jenazah Kikim tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Tangerang, Banten, Kamis, 29 September 2011. Peti jenazah diangkut dengan pesawat Garuda Indonesia GA 981 dari Bandara King Abdul Azis Jeddah. Setibanya di kargo Garuda, suami Kikim, Wawan Nurjaman, dan kakaknya menyambut jenazah Kikim dengan wajah tampak sedih.
Meskipun sedih, Wawan masih mengucapkan syukur atas kepulangan jasad istrinya. "Alhamdulillah jenazah istri saya bisa kembali," katanya. Keluarga, kata Wawan, tetap menuntut agar pelaku mendapat hukuman. Sejauh ini majikan Kikim dalam proses peradilan di negaranya.
Kikim berangkat ke Arab Saudi pada 15 Juni 2009. Almarhumah bekerja di rumah Shaya Said Ali Al Gahtani, di Kota Abha, sebagai pekerja rumah tangga. Kikim meninggal dunia karena dianiaya majikannya. Seluruh tubuhnya mengalami luka serius karena hantaman benda tumpul. Mayatnya dibuang di pinggir Jalan Serhan, bagian Utara kawasan Gharah, Abha, pada 5 November 2010.
Pengacara Kikim, Humphrey R. Djemat, yang ditemui wartawan di Lounge TKI Terminal II bandara Soekarno-Hatta, mengatakan paspor yang dihilangkan harus diganti dengan dokumen lain. Pengurusannya pun membutuhkan waktu. "Ada juga hambatan dari Imigrasi di sana. Kami baru menerima surat perjalanan laksana paspor." Humphrey menduga, "Ada upaya di balik penghilangan paspor supaya pelaku gugur (tidak diproses hukum)."
Selain karena urusan paspor, menurut Humphrey, pemulangan Kikim juga terhambat proses otopsi yang memerlukan pembuktian.
Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat menyatakan lembaganya sudah mengupayakan pemulangan Kikim lebih cepat. Tapi hambatan datang dari Pemerintah Arab Saudi. "Sebenarnya yang kurang (syarat pemulangan) tidak ada. Tapi pihak Arab membela mati-matian pelaku," kata Jumhur.
Menurut Jumhur, lembaganya telah memfasilitasi keluarga Kikim untuk mendapatkan hak-hak almarhumah berupa santunan asuransi kematian sebesar Rp 55 juta. "Termasuk biaya pemakaman dari perusahaan asuransi TKI serta pembayaran 17 bulan gaji dari perusahaan yang memberangkatkan Kikim," ujar Jumhur.
Berkaitan dengan hukuman, menurut Jumhur, keluarga Kikim sudah didampingi pengacara. Mereka menuntut pelaku dihukum pancung.
AYU CIPTA