TEMPO Interaktif, Jakarta - Bukti-bukti baru yang diajukan Antasari Azhar dalam memori Peninjauan Kembali ternyata tidak dianggap baru oleh Jaksa Penuntut Umum. Jaksa malah beranggapan bukti berikut tudingan adanya rekayasa terhadap jenazah korban serta kekhilafan hakim dalam persidangan sebelumnya tak memenuhi persyaratan aturan untuk mengajukan PK.
"Menolak permohonan PK dari pemohon karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2) KUHAP yang menguatkan putusan MA RI 1429 K/Pid/2010 tanggal 21 September 2010," kata Eri Yudianto, Jaksa Penuntut dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 13 September 2011.
Karenanya, menurut Jaksa, uraian novum dan kehilafan hakim oleh terpidana tidak tepat sebagai dasar Peninjauan Kembali seperti yang disyaratkan dalam Pasal 263 (2) KUHAP. "Atas bukti yang diajukan pemohon, Jaksa berpendapat itu bukan novum," kata Indra Hidayanto, Ketua Tim Jaksa Penuntut.
Jaksa juga berpendapat Antasari tidak bisa menunjukkan bukti adanya kekhilafan dan kekeliruan hakim. "Karena seluruh pertimbangan judex factie dan judex juris sudah tepat dan benar," ujarnya.
Sidang dengan agenda pembacaan tanggapan Jaksa atas memori Peninjauan Kembali yang diajukan Antasari berlangsung sekitar dua jam.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Haminal Umam selaku hakim ketua itu dihadiri mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra, artis Pong Hardjatmo, dan puluhan orang dari Majelis Zikir As-Samawaad Al-Maliki.
Pada sidang sebelumnya, Antasari mengajukan memori PK dengan tiga bukti yang belum disampaikan di sidang pertama, banding, dan kasasi. Bukti pertama dalam memori PK setebal 300-an halaman itu terdapat 28 lembar foto sebelum dan sesudah dilakukan otopsi terhadap jenazah Nasrudin Zulkarnaen oleh ahli forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Beberapa foto itu menunjukkan manipulasi terhadap jenazah Nasrudin.
Bukti kedua, foto mobil Nasrudin yang menunjukkan ada bekas tembakan pada kaca mobil secara vertikal. Sedangkan di kepala jenazah, bekas tembakan berbentuk horizontal.
Dan bukti ketiga yaitu hasil penyadapan KPK terhadap nomor telepon yang digunakan almarhum Nasrudin dan Antasari pada tanggal 6 Januari hingga 4 Februari 2009. Dari sana, kata Antasari, tidak ada SMS ancaman dari nomor Antasari kepada Nasrudin. Selain itu, dia juga mempertanyakan baju korban saat pembunuhan itu terjadi karena saat diotopsi jenazah sudah telanjang dan dibotaki.
Selain itu, dalam memori PK, Antasari juga membeberkan 28 kekhilafan hakim di tingkat pertama maupun banding. Kekeliruan itu antara lain majelis hakim tidak mempertimbangkan luka tembak yang masuk dari pelipis kanan, penggunaan kualifikasi "Turut serta menganjurkan pembunuhan berencana" tidak dikenal dalam penyertaan yang disebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang masih berlangsung. Selanjutnya, putusan itu dikuatkan oleh Mahkamah Agung Nomor 1429k/Pid/2010 tanggal 21 September 2010.
Lainnya, Antasari mengungkapkan hakim tidak memeriksa barang bukti baju korban dalam menentukan jarak tembak serta hasil penyelidikan mobil korban. Ditambah lagi, tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
RINA WIDIASTUTI