TEMPO Interaktif, Jakarta – Lembaga pemerhati anggaran Indonesia Budget Center menilai banyaknya rancangan undang-undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional 2009-2014 berpotensi memboroskan uang negara.
Peneliti Indonesia Budget Center Roy Salam mengatakan, anggaran yang dibutuhkan untuk membahas 248 rancangan undang-undang selama lima tahun mencapai Rp 1,24 triliun. Bahkan, bisa saja anggaran itu bertambah jika alokasi Rp 5 miliar per rancangan undang-undang dinaikkan. “Pada periode lalu, anggaran legislasi terus dinaikkan,” kata Roy saat dihubungi, Ahad (29/11).
Menurut dia, jumlah rancangan yang dibahas masih terlalu besar. Ia memperkirakan, target itu tak akan tercapai. Perkiraan ini didasarkan pada kegagalan DPR periode lalu mencapai target 311 undang-undang.
Di sisi lain, kualitas undang-undang yang dihasilkan tak sepadan dengan dana yang dikeluarkan. Ia mencontohkan, pada periode lalu paket undang-undang politik seperti Undang-undang No 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Legislatif diuji materi di Mahkamah Konstitusi. “Banyak pasal dibatalkan karena kualitas undang-undangnya buruk,” ujarnya.
Pada akhirnya, Roy melanjutkan, pembahasan rancangan hanya menjadi sarana memperkaya anggota Dewan. Begitu rancangan mulai dibahas, tiap legislator langsung menerima honor pembahasan.
Masalahnya, belum tentu rancangan itu selesai dibahas dalam lima tahun. Jika tak selesai juga, rancangan itu harus dibahas dari awal lagi oleh anggota DPR periode berikutnya. Pembahasan yang tak selesai mengakibatkan uang negara hilang sia-sia.
Roy mendesak DPR memperbaiki mekanisme pembahasan rancangan undang-undang. DPR, kata dia, tak lagi memiliki alasan tak menyelesaikan pembahasan rancangan karena anggaran legislasi sudah sangat besar.
Kualitas undang-undang yang dihasilkan juga harus terjaga. Caranya, dengan meningkatkan partisipasi masyarakat. Selama ini, kata dia, masyarakat jarang dilibatkan dalam pembahasan rancangan. “DPR harus mengubah tata-tertib sehingga peran masyarakat bisa dimaksimalkan," tegasnyaa.
PRAMONO