TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil meminta DPR RI membatalkan rencana pembangunan gedung baru DPR dan kenaikan anggaran kunjungan kerja ke luar negeri. Penolakan ini didasarkan pada penilaian atas kinerja DPR yang masih kurang tetapi selalu meminta anggaran naik.
Pernyataan itu disampaikan oleh koalisi dalam agenda audiensi Koalisi Masyarakat Sipil dengan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di Gedung Nusantara I. Enam lembaga tergabung dalam koalisi itu, yakni Lingkar Madani, Forum Masyarakat Peduli Parlemen, Koalisi Pemantau Legislatif, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Komite Pemilih Indonesia dan Indonesia Budget Center.
Baca : Anggaran Gedung Baru, BURT : Masa Pemerintah Mau DPR-nya Keleleran
Peneliti politik anggaran Indonesia Budget Center, Roy Salam menilai bahwa kenaikan anggaran untuk gedung baru ini merupakan simbol arogansi dan ketidakpekaan DPR terhadap masyarakat. "Nantinya tentu akan mendorong belanja publik yang besar," kata dia.
Apalagi, dari sejumlah data yang dikumpulkan koalisi, anggaran DPR selalu meningkat sekitar 17 persen setiap tahunnya. Sementara itu, kinerja DPR dinilai kurang.
Menurut Roy, hal ini bisa dilihat dari pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berhasil diselesaikan sampai Agustus 2017 ini baru sejumlah 45 RUU atau sekitar 28 persen dari total 160 RUU. "Padahal, masa kerja DPR tinggal 2 tahun lagi." kata dia.
Baca : Anggaran Gedung Baru DPR, Sri Mulyani Tunggu Reaksi Masyarakat
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti mempertanyakan alasan mengapa DPR giat meminta pembangunan fisik. "Kenapa DPR begitu giat membangun fisik gedung DPR dengan asumsi membangun demokrasi, tapi pada saat yang sama lupa membangun moral dan etik?," ujarnya.
Selain itu, koalisi menolak kenaikan anggaran kunjungan kerja ke luar negeri. Menurut Roy, kenaikan anggaran itu tidak menggambarkan urgensi dan kemanfaatannya terhadap prioritas DPR, malah justru menghambur-hamburkan uang.
"Ada banyak hal penting yang bisa diselesaikan daripada anggaran digunakan untuk jalan-jalan ke luar negeri. Misalnya, membangun sekolah rusak, bisa ribuan sekolah yang dibangun," kata Roy.
Pada 2018 mendatang, DPR mengajukan tambahan anggaran kunjungan kerja sebesar Rp 413,98 miliar. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, besar anggaran ini meningkat hingga 105 persen.
Jumlah anggaran tersebut rencananya akan digunakan untuk tiga pos penganggaran. Pertama, untuk tambahan anggaran kunjungan kerja pelaksanaan fungsi legislasi dan pengawasan sebesar Rp 246,68 miliar atau sekitar 60 persen dari total anggaran. Kedua, tambahan anggaran kunjungan kerja muhibah Pimpinan DPR, Badan Urusan Rumah Tangga dan Majelis Kehormatan Dewan sebesar Rp 70,3 miliar atau sebesar 17 persen. Terakhir, tambahan pos anggaran pelaksanaan tugas diplomasi sebesar Rp 94,99 miliar atau sekitar 23 persen dari total anggaran.
DIAS PRASONGKO