TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Islam Damai Aman Rhoma Irama yakin pesonanya masih kuat dalam menghadapi pemilihan umum 2019. Pada pemilu 2014 sempat muncul istilah Rhoma effect saat perolehan suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) melonjak drastis dibandingkan pemilu sebelumnya.
Saat itu, pimpinan Grup Soneta ini digadang-gadang sebagai bakal calon presiden oleh PKB. Perolehan suara PKB yang tadinya 4,9 persen (2009) naik menjadi 9,04 persen (2014).
Baca: Ditanya Soal Maju Jadi Capres 2019, Begini Jawaban Rhoma Irama
"Manusia cuma tiga aja tugasnya, bekerja, berdoa, tawakal. Bekerja maksimal, berdoa optimal, selanjutnya serahkan kepada Allah," kata Rhoma Irama kala ditanya cara menjaga Rhoma effect, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 9 Agustus 2017.
Batal direkomendasi PKB sebagai calon presiden kala itu, Rhoma akhirnya membentuk partai sendiri. Dia yakin Rhoma effect mampu memberikan perolehan suara yang tinggi terhadap Partai Idaman. "Insya Allah, semoga, amin," tuturnya.
Simak: Rhoma Irama Gugat UU Pemilu karena Ingin Jadi Calon Presiden
Ia berujar target Partai Idaman pada Pemilu 2019 tidak muluk-muluk. Menurut dia minimal Partai Idaman mampu meraih suara di atas ambang batas parlemen yang sebesar 4 persen. "Sehingga kami bisa masuk ke Senayan," kata dia.
Selain itu, lewat Partai Idaman Rhoma berniat pula untuk maju sebagai calon presiden 2019. Untuk menuju ke sana, dia mengajukan gugatan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi terutama soal adanya ambang batas pencalonan presiden, Rabu pagi.
Lihat: Rhoma Irama Setuju Ambang Batas Capres 0 Persen
Menurut Rhoma Irama, ambang batas pencalonan presiden harus dihapuskan karena tidak relevan lantaran pemilihan presiden dan pemilihan legislatif dilakukan secara serentak. Bila gugatannya dikabulkan dan presidential threshold menjadi 0 persen, maka partai politik peserta pemilu bisa mengusung calon presidennya sendiri tanpa perlu berkoalisi.
AHMAD FAIZ